JOGLOSEMARNEWS.COM Edukasi Pendidikan

Guru Perlu Ubah Mindset di Era Disrupsi Digital

Istimewa
   

SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM Sekitar 500 peserta ikut dalam kuliah umum bertema Pendidikan di Era Disrupsi Digital secara virtual yang digelar dalam rangka dies natalis ke 85 SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang, Sabtu (31/7/2021).

Hadir sebagai pembicara utama, Dr. Johanes Haryatmoko SJ dan Br. Dr  Martinus T. Handoko FIC, Ketua Yayasan Pangudi Luhur (YPL) Pusat sebagai keynot speaker.

Para peserta cukup beragam profesi maupun daerah asal, karena seminar tersebut dilaksanakan dengan menggunakan aplikasi zoom.

Mereka terdiri dari para biarawan-biarawati, pendidik, orang tua siswa maupun masyarakat umum dari pelosok tanah air.

Dikatakan bahwa ucapan syukur bagi SMP PL Domsav yang telah berusia 85 tahun, sekolah itu ada sejak Indonesia belum merdeka.

Sekolah itu memiliki keahlian dan pengalaman yang cukup dalam mendidik siswa. YPL patut berbangga karena selama ini tidak pernah kekurangan siswa dan jumlah 33 kelas selalu tepenuhi.

“Menjadi pemikiran bersama saat ini, disrupsi digital sebagai berkat atau mengacau pendidikan. Mau dibawa kemana SMP PL Domsav,” jelasnya, sebagaimana dikutip dalam rilis yang dikirim FX Trias Hadi Priyantoro ke Joglosemarnews.

Lebih lanjut dijelaskan, disrupsi digital adalah  revolusi atau perubahan besar-besaran di bidang tekhologi digital yang berdampak pada seluruh tata kehidupan manusia.

Revolusi digital menjadikan sekolah konvensional menjadi gamang, guru tidak menjadi satu-satunya sumber belajar, materi pelajan diperoleh dari mana saja, tidak hanya di ruang kelas dan tidak hanya tergantung kepada buku.

“Namun guru masih menjadi penting dalam pembentukan nilai. Karena dalam pendidikan (guru) sebagai proses masih menggunakan hati,” tandas bruder yang pernah menjadi Rektor Unika Soegijapranata Semarang itu.

Sebelum pembicara utama  memberikan materi diadakan acara sederhana dan singkat  sebagai penanda ulang tahun ke 85 dengan pemotongan tumpeng dan pengguntingan pita  oleh Kepala Sekolah.

Potongan tumpeng diserahkan oleh Bruder Antonius Parjana FIC., kepada Ketua Panitia Antonius Wirato Adi S.Pd. Selanjutnya acara pemotongan pita untuk membuka kuliah umum virtual. Dalam sambutannya mohon dukungan agar SMP Domsav tetap eksis dalam melayani bidang pendidikan.

Di awal paparannya, pembicara utama mengatakan bahwa pendidikan era disrupsi digital dibutuhkan perubahan (mindset) guru yang utama.

Oleh guru yang tidak mau berubah disrupsi dianggap negatif tapi seharusnya demi kemajuan kita menganggap hal yang positif.

Disrupsi digital dari revolusi Industri 4.0 dan society 5.0 dimana integrasi teknologi ke lingkungan hidup.  Guru harus berubah karena saat ini menerangkan, mengulang pemahaman sudah ada di google. Pola baca anak sekarang sangat berbeda dengan jaman dulu (kita).

“Disrupsi sulit diikuti polanya karena respon dan banyak perubahan,” ucap ahli moral dan etika itu.

Ada 6 (enam) penyebab disrupsi digital yaitu komutasi awan, Internet oh Things (IoT), kecerdasan buatan, pencetakan tiga dimensi, big data  dan smarthphone. Di era ini, peran guru menjadi penting karena menjadi perancang pemberdaya pembelajaran, narasumber terbatas, assesor menyeluruh.  Selain itu menjadi model yang selalu belajar dan berjenjang, sumber daya motivasi dan inovasi, fasilitor mentor dan guide dan manager ekosistem pemesah masalah.

Sebanyak 75 slide disiapkan dan begitu banyak ilmu yang di dapat oleh peserta. Di sela-sela pemaparan, pembicara memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya.

Seperti yang ditanyakan oleh Suster Maria Gaudensiana Naba Kalohu OSU., selaku Kepala Sekolah SMP Santa Ursula di Baucau Timor Lesta.

Pertanyaanya berkenaan dengan pendidikan di era ini untuk daerah terpencil. Mereka sangat mampu dalam hal ketrampilan hidup namun pengetahuan umum sangat terbatas, lalu bagaimana menyeimbangkannya?

Dikatakan bahwa daerah terpencil sangat minim jaringan digital (internet), serta sulinya memasok buku.  Situasi hal seperti ini juga terjadi di pedalaman Papua, salah satu misionaris SJ., mencoba membuat dalam perpustakaan digital.

“Saat tidak ada jaringan koneksi siswa masih bisa mengakses materi ajar,” ucap dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini.

Waktu diskusi selama dua jam terasa singkat, dan banyak pertanyaan dari peserta yang masih harus di aplikasikan. Pada hakekatnya dalam pendidikan mindset guru harus berubah, saat ini semua serba cepat, maka pemikiran lama harus ditinggalkan demi mengikuti perkembangan pendidikan saat ini. Suhamdani

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com