JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Porang Jadi Primadona Baru, Anggota DPR RI Luluk Nur Hamidah Ingatkan Bahaya Ekspor Bentuk Umbi. Desak Pemerintah Segera Buat Regulasi!

Anggota DPR RI, Luluk Nur Hamidah bersama Kepala BPTP Jateng, Joko Pramono serta Kades Sigit, Wardoyo saat melakukan tanam perdana Porang di lahan demfarm di Desa Sigit, Tangen, Sragen, Selasa (14/9/2021). Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah meminta pemerintah membuat regulasi yang mengatur ekspor porang.

Hal itu dimaksudkan sebagai proteksi agar ekspor porang bisa terkendali sehingga harga jual terjaga di tengah prospek budidaya Porang yang masih bagus saat ini.

Luluk mengatakan saat ini kebutuhan Porang untuk pasar dunia masih sangat tinggi. Tren permintaan luar negeri untuk tanaman pangan dan kebutuhan lainnya masih cukup menjanjikan.

“Nah prospek jangka panjang untuk Porang masih cukup bagus. Makanya agar kita tidak kecolongan, ekspornya harya dibuat regulasi ketat. Misalnya untuk ekspor ke luar negeri tidak boleh dalam bentuk umbi dan minimal harus bentuk hilirisasi,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM Minggu (10/10/2021).

Legislator asal Dapil Jateng IV (Sragen, Karanganyar, Wonogiri) itu menyampaikan jika ekspor umbi dibolehkan, dikhawatirkan akan memberi peluang bagi asing untuk membudidayakan.

Jika hal itu terjadi maka ke depan pangsa pasar luar negeri akan berkurang karena mereka bisa menanam sendiri.

Baca Juga :  OPTIMALISASI LORONG SEKOLAH MENJADI LORONG LITERASI

Selain memproteksi ekspor dalam bentuk umbi, regulasi juga untuk menjaga stabilitas harga agar tidak anjlok saat panen raya.

“Agar kita tidak kecolongan ekspor umbi-umbian ke luar negeri. Kalau ekspornya umbi, negara-negara itu bisa tanam kan 5 tahun ke depan tidak perlu impor lagi.
Ini yang berbahaya. makanya harus diatur misalnya ekspornya harus dalam bentuk tepung atau lainnya,” jelasnya.

Pemerintah juga diminta mengatur pola penanaman agar semua petani kemudian ramai-ramai menanam Porang semua.

Hal itu untuk menghindari anjloknya harga saat panen raya karena jumlah produksi melimpah.

“Syukur-syukur bisa mengembangkan teknologi inovasi yang bisa diproduksi untuk farmasi, bahan baku, dan kosmetik. Pasti harga jualnya dan nilai tambahnya bisa berlipat-lipat ketimbang jual umbi atau tepungnya,” urainya.

Kepala BPTP Jateng, Joko Pramono mengatakan saat ini, tren kebutuhan Porang untuk pasar ekspor terus meningkat dengan nilai ekonomis juga cukup tinggi.

Baca Juga :  Media Sragen Terkini (MST HONGKONG), Grup Pertama yang Terdaftar di Kemenkumham dan Memiliki Anggota Terbanyak di Kota Sragen

Di Jateng, sementara belum ada wilayah yang menjadi sentra produksi Porang. Sehingga peluang petani cukup besar untuk membudidayakannya.

Terlebih Porang bisa ditanam di lahan marginal atau tak terlalu subur dan bisa ditanam dengan sistem tumpang sari.

Ia juga mendukung perlunya regulasi untuk ekspor guna memproteksi harga Porang. Sehingga harga tidak terlalu jatuh ketika panen raya tiba.

Ia mencontohkan saat ini harga porang untuk bibit berkisar di angka Rp 60.000 sampai Rp 65.000 perkilogram.

Jika lahan satu hektare ditanami 1.000 pohon dan dalam tiga tahun per pohon menghasilkan umbi 3 kg, maka total pendapatan saat panen tinggal mengalikan harga perkilo saja.

“Selain panen umbi, tahun pertama dan kedua bisa panen katak juga. Nah tahun ketiga baru panen umbi besarnya. Harga katak sekarang Rp 120.000 perkilogram. Jadi prospek pasarnya masih menjanjikan,” terangnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com