JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperingatkan masyarakat terkait maraknya kasus pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso membeberkan ciri-ciri dari perusahaan pinjaman online ilegal.
Beberapa ciri di antaranya, penetapan suku bunga pinjaman yang terlalu tinggi, adanya fee yang besar, perlakuan dendam tidak terbatas, hingga aksi terror dan intimidasi.
OJK juga meminta masyarakat untuk mewaspadai tawaran pinjaman online yang disalurkan melalui SMS atau chat WhatsApp. Sebab, tawaran-tawaran tersebut biasa muncul pada pinjol ilegal.
Terkait hal tersebut, Wimboh mengimbau masyarakat untuk selalu mengecek legalitas pinjaman online melalui kotak 157/WhatsApp 081157157157 sebelum memutuskan untuk menggunakan jasa tersebut.
“OJK mengimbau masyarakat hanya menggunakan pinjaman online resmi terdaftar/berizin OJK serta selalu untuk cek legalitas pinjol ke Kontak 157/WhatsApp 081157157157,” kata Wimboh sebagaimana dikutip dari liputan6.com, Jumat (15/10/2021).
Tidak tinggal diam, OJK akan menindak tegas perusahaan pinjol ilegal yang melakukan pelanggaran hukum seperti tindakan tidak beretika yang dilakukan oleh para penagih hutang (debt collector).
“OJK akan menindak tegas perusahaan pinjaman online legal yang melakukan tindakan penagihan (debt collector) secara tidak beretika,” imbuh Wimboh.
Hal tersebut terbukti, sejak tahun 2018, OJK bersama Kepolisian RI serta Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menindak 3.516 aplikasi pinjol yang berpotensi melanggar hukum.
“Tindakan tegas dilakukan dengan melakukan cyber patrol dan sejak 2018 telah memblokir/menutup 3.516 aplikasi/website pinjaman online (pinjol) ilegal,” ujar Wimboh.
Tindakan tersebut dilakukan menyusul banyaknya laporan pelanggaran yang dilakukan oleh para penyedia pinjaman online ilegal. Tidak main-main, jumlah laporan yang masuk sejak 2019 menurut OJK mencapai 19.711 laporan.
Dari keseluruhan laporan, terdapat 10.411 pelanggaran ringan/ sedang (53,97 persen), dan 9.270 pelanggaran berat (47,03 persen).
Yang termasuk kasus pelanggaran berat yang ditemukan antara lain terkait dengan masalah pencairan tanpa persetujuan pemohon. Juga ancaman terror yang dilakukan oleh penagih, intimidasi, hingga pelecehan seksual. Grahita Narasetya