JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Geger Demo Penarikan Tanah Bengkok, Sekda Sragen Kekeh Sudah Sesuai Regulasi. Simak Penjelasan Lengkapnya!

Puluhan perangkat desa di Kecamatan Tanon Sragen saat berdemo menolak penarikan tanah bengkok. Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pemkab Sragen melalui Sekda, Tatag Prabawanto menegaskan kebijakan penarikan tanah bengkok jatah Kades dan perangkat desa, sudah sesuai dengan regulasi.

Kebijakan penarikan tanah bengkok itu juga muncul atas regulasi-regulasi di atasnya.

Penegasan itu disampaikan menyikapi aksi protes paguyuban perangkat desa (Praja) terhadap SE penarikan tanah bengkok yang digelar melalui demo di Kecamatan Tanon, dua hari lalu.

“Kebijakan itu (penarikan tanah bengkok) sudah ada di Undang-undang 2014. Kemudian ada di PP, ada di PMD 20 tahun 2018. Jadi semua sudah sesuai regulasi,” paparnya kepada Joglosemarnewa.com, Senin (6/12/2021).

Tatag menyampaikan Perbub No 76/2017 yang mengamanahkan penarikan tanah bengkok itu juga sudah disusun mendasarkan payung hukum yang ada di atasnya.

Sehingga dipastikan tidak ada regulasi yang ditentang atau ditabrak dari kehadiran Perbup tersebut.

Menurutnya tidak ada kepentingan lain selain menyesuaikan regulasi dan menindaklanjuti aturan dari atas saja.

“Pertimbangan yang lain tidak ada. Kami di daerah hanya menindaklanjuti apa yang sudah tertuang di UU, di PP, di PMD saja,” tegasnya.

Soal tudingan kebijakan itu bakal menghilangkan Rp 3,5 miliar hak kades dan Perdes dari tanah bengkok, Sekda menepisnya.

Ia menggaransi hasil pelelangan tanah bengkok nantinya semuanya juga dikembalikan ke kades dan Perdes dalam bentuk tunjangan atau gaji bulanan.

“Merugikan dari mana? Lha wong nanti hasil lelang buat mereka 100 persen kok. Lha yang 5 persen itu kan BO (biaya operasional) lelang yang nerima ya panitia desa kono. Nggak ada yang masuk Pemda,” tegasnya.

Baca Juga :  Pegawai Kantor BPN Jadi Tersangka Kasus Korupsi Oleh Kejaksaan Negeri Sragen, Terkait Tanah OO di Desa Trombol, Mondokan Sragen Merugikan Negara Sebesar Rp 234.896.000

Tolak Penarikan Bengkok 

Pernyataan itu disampaikan menyusul aksi demo puluhan perangkat desa yang tergabung dalam paguyuban perangkat desa (Praja) Kecamatan Tanon di depan kantor kecamatan setempat, Jumat (3/12/2021).

Mereka menuntut Pemkab membatalkan peraturan bupati (Perbup) Nomor 76 tahun 2017 yang salah satunya mencantumkan penarikan tanah bengkok untuk jatah perangkat desa.

PLH Bupati Sragen, Tatag Prabawanto. Foto/Wardoyo

Wacana penarikan tanah bengkok atau eks bondo desa untuk dilelangkan desa dan nantinya dibayarkan dalam bentuk uang bulanan itu dinilai melanggar aturan dan sangat merugikan perangkat desa.

Aksi itu dipimpin Ketua Praja Kecamatan Tanon yang juga Sekdes Kalikobok, Agus Salim. Hadir pula Ketua Praja Kabupaten Sragen, Sumanto yang turut memberikan orasi dan paparan.

Dalam tuntutannya, para perangkat desa itu menolak tegas aturan penarikan tanah bengkok di Perbup 76/2017. Mereka menilai aturan itu tidak relevan dengan UU Nomor 6 Tahun 2014 dan PP 47 tahun 2015 serta melanggar ekonomi desa.

Ketua Praja Kecamatan Tanon, Agus Salim mengatakan lelangan tanah bengkok juga berpotensi merugikan kepala desa, perangkat desa dan pemerintah desa.

Sebab selama ini, tanah kas desa sudah turun temurun sebelum merdeka menjadi bondo desa.

Kemudian dalam SK pengangkatan, sudah tertulis jatah bengkok menunjuk lokasi dan luas sehingga itu melekat pada kepala desa dan Perangkat desa sampai yang bersangkutan berhenti sesuai PP nomor 11 tahun 2009.

“SK kepala desa dan perangkat desa sudah mencantumkan tanah bengkok melekat menjadi tunjangan. Bila diuangkan gaji maka hasilnya tentu akan lebih kecil daripada tunjangan. Ini akan sangat merugikan perangkat desa,” paparnya kepada Joglosemarnewa.com, Jumat (3/12/2021).

Baca Juga :  Patroli Subuh Polres Sragen Berantas Balap Liar dan Ciptakan Keamanan Ramadan

Agus menerangkan dalam PP nomor 7 tahun 2015 telah tertuang bengkok tidak termasuk dalam APBDes.

Hasil lelang dinilai hanya akan menguntungkan Pemda dan Pemdes dengan estimasi 5 % dari hasil seluruh lelangan diambil 3 % untuk Pemdes dan 2% untuk kecamatan.

“Dari hitungan kasar saja, apabila hasil lelangan Rp 350 juta x 5 persen sudah Rp 17,5 juta. Dikalikan 200 desa hasilnya sudah Rp 3,5 miliar. Artinya adanya Perbup 76/2017 dan Surat Edaran Sekda nomor 441/827/030/2021 itu berdampak kepala desa dan perangkat desa dirugikan Rp 3,5 miliar,” urainya.

Agus menjelaskan tuntutan itu kemudian dituangkan dalam baliho atau MMT yang ditandatangani semua praja yang hadir.

Kemudian kain atau MMT itu diserahkan kepada camat sebagai dokumen aspirasi yang diharapkan bisa diteruskan ke pimpinan.

“Harapan kami, Perbup 76 itu dikaji ulang. Bahkan kami minta dibatalkan karena akan sangat merugikan teman-teman kades dan perangkat desa pada umumnya. Ada potensi ketidakadilan apabila nanti aturan penarikan bengkok itu diterapkan,” tandasnya.

Mereka kemudian ditemui oleh Camat Tanon, Sumarno. Kepada perangkat desa, camat menyampaikan bahwa Muspika hanya menjalankan aturan dan meneruskan edaran dari Setda.

Perihal ada aspirasi atau masukan dari perangkat desa, akan ditampung dan nantinya diteruskan ke atasan. Sebab kewenangan dan kebijakan soal Perbup dan wacana penarikan tanah bengkok itu ada di Pemda.

“Kami mewakili Muspika tidak punya kewenangan untuk mengambil kebijakan atau memutuskan. Makanya nanti aspirasi ini akan kami sampaikan ke atasan,” ujarnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com