JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Nasional

PBHI Tuding Sidang Tragedi Kanjuruhan Tidak Memihak Para Korban

Tragedi Kanjuruhan yang mengkibatkan jatuhnya ratusan korban jiwa / republika
   

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sidang tragedi Kanjuruhan dituding tidak berperspektif untuk keadilan bagi para korban.

Tudingan itu dilontarkan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), yang melihat adanya beberapa kejanggalan yang menyelimuti penanganan kasus tersebut.

Ketua PBHI, Julis Ibrani mengatakan, ada beberapa argumentasi atas tudingan tersebut. Pertama, PBHI menyatakan proses hukum tidak dilakukan secara transparan.

Di samping itu, ada indikasi terjadinya pelambatan proses secara sengaja, tanpa melibatkan korban dan terjadi konflik kepentingan pembelaan oleh Kepolisian terhadap tiga terdakwa dari Kepolisian.

“Akibatnya, penyidikan tidak jelas arahnya, tidak jelas bukti dan saksinya,” ujar Julius Ibrani dalam keterangannya Kamis (26/1/2023), seperti dilansir dari Republika.

Padahal, jelas Julius, PBHI menemukan pasca Kapolres Malang meninggalkan Stadion, ada serangan sistematis dan massif oleh puluhan aparat dengan menembakkan gas air mata secara membabi buta ke tribun selatan.

Baca Juga :  Ini Mekanisme Pengamanan Super Ketat di MK untuk Jamin Rapat Sengketa Pilpres 2024 Tak Akan Bocor

Tiga anggota polisi yang menjadi terdakwa kasus tragedi Kanjuruhan itu membacakan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Surabaya, Jumat (20/1/2023).

Dalam eksepsi yang dibacakan kuasa hukum ketiga terdakwa, AKBP Nurul Anaturoh menilai, dakwaan jaksa tak jelas, tak rinci, serta rapuh dan terkesan meraba-raba.

 

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanggapi eksepsi tiga polisi terdakwa perkara Tragedi Kanjuruhan dalam persidangan, Selasa (24/1/2023).

Tiga polisi yang dimaksud adalah Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.

“Ada tujuan khusus dari penugasan TGIPF dan Komnas HAM yakni untuk merekayasa investigasi dan temuan agar tidak mengarah pada pelanggaran HAM Berat. Jadi, tidak sampai pada pertanggungjawaban di level atas,” lanjut Julius Ibrani.

Baca Juga :  Soal Endorsement Jokowi Selaku PRESIDEN  ke Prabowo-Gibran, Hakim MK: Tak Langgar Hukum, Cuma Potensial Jadi Masalah Etika

Kedua, PBHI menyinggung hasil investigasi TGIPF dan Komnas HAM yang sengaja tidak mengurai hierarki pertanggungjawaban secara utuh dan holistik.

Caranya dengan menghilangkan unsur negara (mekanisme izin keramaian dan pengamanan) dan komando aparat.

Ketiga, PBHI mencatat pelanggaran hak asasi keluarga korban, diantaranya pelanggaran terhadap equality before the law dan hak memperoleh keadilan.

Keempat, PBHI menyoroti akses persidangan yang sengaja dipindahkan dari Malang ke Surabaya, lalu digelar secara ditutup.

PBHI mengingatkan peristiwa dan pasal yang didakwakan adalah tindak pidana umum yang seharusnya disidangkan secara terbuka.

JPU membantah apa yang disampaikan dalam eksepsi terdakwa yang menyebut dakwaan JPU disusun dengan tidak cermat, rapuh, dan meraba-raba.

JPU menegaskan telah mencantumkan pasal konkret dasar dakwaan, yakni Pasal 359 dan 360 ayat 1 dan 2 KUHP, yang disusun dalam dakwaan kumulatif dan masih berlaku sebagai hukum positif. Novida Rahmawati

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com