SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Limbah batok Kelapa rupanya menjadi potensi desa yang luar biasa bagi masyarakat Sragen, limbah batok Kelapa di tangan warga Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah menjadi ladang penghasilan yang menjanjikan.
Meskipun masuk di dalam kawasan konservasi atau cagar budaya manusia purba. Adanya Museum atau klaster di wilayah tersebut, rupanya situasi itu belum bisa mengangkat kesejahteraan warga sekitar.
Adanya limbah Batok yang selama ini dibuang oleh masyarakat Sragen, rupanya di desa Bukuran bisa disulap menjadi bahan bakar industri. Meski tidak bersinggungan langsung dengan sektor wisata purba, namun cukup efektif membuka lapangan kerja.
Pada JOGLOSEMARNEWS.COM , Kepala Desa (Kades) Bukuran, Heriyanto menyampaikan bahwa terkait usaha industri arang batok kelapa di desa Bukuran awalnya saat masih belum menjabat kades, membuat kancing batok kelapa pada tahun 2000. Awalnya di desa tersebut hanya 3 orang, namun diikuti yang lain hingga berkembang.
Lanjut pada 2004, ada informasi terkait kebutuhan untuk arang batok. Sehingga sisa dari UMKM kancing batok dibakar untuk jadi arang. Arang tersebut dipasok untuk industri baja di Ceper, Klaten. Hingga 2005 akhirnya dikembangkan menjadi Briket arang sampai sekarang.
“Iya untuk produk menjadi briket ini memang dibutuhkan sampai manca negara, termasuk luar negeri. Tapi di Bukuran belum sampai ekspor, kita di Bukuran baru pasok ke pabrik briket seperti itu mas,” kata Kades Bukuran Heriyanto.
Selain itu, menurut Kades Bukuran usaha arang batok kelapa ini berkembang cukup pesat. Saat ini ada sekitar 8-9 pembakar dengan memiliki sejumlah pegawai. Produksi dari Desa Bukuran bisa lebih dari 50 ton dalam seminggu.
“Iya alhamdulillah menciptakan lapangan pekerjaan baru di desa kami. Pekerja sekitar 200 yang terlibat di batok arang.
Bagian kerja juga beragam, jadi putaran ekonomi sangat cepat. Selama covid 19 kemarin tetap jalan walau terkendala transfer uang juga terlambat, tapi sudah biasa,” bebernya.
Sementara itu, untuk batok kelapa sendiri sudah tidak mencukupi dari sekitar desa.
Sehingga mengambil dari kawasan Jawa Timur dan Jawa Barat. Sedangkan dari lokal, juga ada namun tidak banyak. Pembakar pada umumnya ambil di pasar.
Dia menyampaikan usaha ini perputaran uang bisa miliaran. Karena satu truk bisa Rp 50-60 juta. Sayangnya belum ada suport untuk arang batok kelapa ini dari pemerintah.
“Ini masih kirim ke pabrik, kita sudah sampaikan ke dinas terkait agar di support untuk mesin briket. Karena kalau kita sudah punya mesin briket, bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak,” jelasnya.
Pihaknya menjelaskan di Desa Bukuran masih ada tanah yang luas. Selain itu berpotensi melibatkan tenaga kerja yang lebih banyak untuk masyarakat bukuran.
Selain itu pasokan listrik 3 Phase bisa tersedia untuk desa Bukuran. Karena membutuhkan dinamo dengan pasokan besar.
Dia mengakui arang batok, sangat berpotensi menekan kemiskinan. Asalkan mau bekerja keras, kebutuhan industri masih sangat besar.
“Kami harap warga Bukuran, bisa kembangkan arang batok. Tidak harus dikirim ke saya, sebenarnya pabrik-pabrik banyak yang butuh,” harapnya.
Terpisah, Bayu salah satu pemuda Desa Bukuran yang kebetulan juga ikut bekerja di pabrik produksi arang batok kelapa menyampaikan sangat membantu menciptakan lapangan pekerjaan dan mengangkat potensi desa.
“Iya kebetulan saya juga bekerja disitu mas, alhamdulilah bisa menjadi lapangan pekerjaan di desa kami, tidak perlu kerja keluar daerah lagi untuk mendapatkan penghasilan,” ujarnya.
Huri Yanto