Beranda Umum Nasional Polemik 4 Pulau di Aceh, JK: Kepmendagri Tak Bisa Pindahkan Wilayah

Polemik 4 Pulau di Aceh, JK: Kepmendagri Tak Bisa Pindahkan Wilayah

Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK) di kediamannya, Jalan Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (16/10/2024) | tribunnews

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dinilai tak cukup kuat untuk memindahkan empat pulau kecil dari wilayah Aceh Singkil ke Sumatera Utara.

Penilaian itu disampaikan Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), yang menegaskan bahwa keempat pulau yang kini menjadi sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara secara sah merupakan bagian dari wilayah Aceh. Menurutnya, dasar hukum yang dapat mengubah batas wilayah administratif adalah Undang-Undang, bukan keputusan menteri.

“Tidak mungkin itu dipindahkan dengan Kepmen, karena Undang-Undang lebih tinggi daripada Kepmen. Kalau mau mengubah itu, harus dengan Undang-Undang juga,” ujar JK dalam konferensi pers di kediamannya, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).

Empat pulau yang menjadi polemik yakni Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan selama ini berada di bawah administrasi Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.

Tak hanya secara administratif, lanjut JK, aktivitas perpajakan yang berjalan di pulau-pulau tersebut juga menjadi bukti bahwa wilayah itu masih berada dalam kewenangan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil. “Selama ini orang sana, pulau itu, bayar pajaknya ke Singkil. Ada, nanti ada teman yang akan membawakan bukti pajak dia ke Singkil,” jelasnya.

Baca Juga :  Leptospirosis Tak Bisa Dianggap Enteng, 2 Warga Bantul Meninggal dan Ratusan Terinfeksi

JK menilai, bukti pembayaran pajak ini sangat penting untuk menegaskan keabsahan klaim wilayah, terutama ketika terjadi perbedaan tafsir administratif antara dua provinsi.

Selain itu, JK mengingatkan bahwa kesepakatan yang tertuang dalam Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) juga menjadi acuan sah. MoU tersebut secara jelas menyatakan bahwa batas wilayah Aceh merujuk pada ketentuan yang berlaku per 1 Juli 1956.

“Jadi itulah kenapa keluar Pasal 114 itu, yang mengatakan perbatasan adalah sesuai dengan ketentuan tahun 1956. Ketentuan itu Undang-Undang,” kata JK menegaskan.

Kontroversi ini mencuat setelah terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri No 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan keempat pulau masuk dalam wilayah administrasi Sumatera Utara. Keputusan tersebut memicu penolakan luas dari masyarakat Aceh yang merasa hak wilayahnya dirampas secara sepihak.

Baca Juga :  Nama Adik Luhut Muncul dalam Usulan Calon Dubes, DPR Akan Gelar Uji Kelayakan Tertutup

Menurut JK, dalam urusan batas wilayah yang menyangkut aspek konstitusi dan sejarah, pemerintah semestinya berpegang pada hukum tertinggi dan menghormati kesepakatan lama yang telah diakui secara nasional maupun internasional.

www.tribunnews.com

 

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.