Antrian loket tiket di depan Gedung Wayang Orang Sriwedari, Jumat (2/1/2018) malam terlihat sedikit berjubel dibandingkan biasanya. Lakon malam itu, berjudul Supala Rante, tampaknya mengundang daya tarik pengunjung untuk datang. Tiket yang ditawarkan untuk skala pertunjukan tradisi tersebut sangat terjangkau, yakni VIP Rp 10.000, Kelas 1 Rp 7.500, dan Kelas II Rp 5.000.
Terlihat sejumlah biarawati dari luar daerah, dan para penonton tua, muda dengan sabar menunggu di depan gedung Wayang Orang Sriwedari, karena pintu masih dikunci. Jam 20.00 WIB kurang sedikit, akhirnya seorang karyawan membuka pintu masuk berbahan kayu penuh kaca itu. Para pengunjung pun bergegas masuk, dan duduk, sesuai tiket yang sudah dibelinya.
Joglosemarnews/ Kiki Dian
Tak padat penonton malam itu, namun setidaknya kursi VIP dengan bantalan merah yang empuk tak tersisa. Sedangkan di bagian kelas 1 dan II di belakangnya, para penonton terlihat sedikit. Sembari menunggu para pemain wayang beraksi dengan setiap ketrampilan menari dan membawakan peran masing-masing, para wiyaga dan kru lengkap dengan dandanan Jawa mulai persiapan nembang. Terlihat kompak dan fasih, tentunya karena jam terbang mereka yang cukup tinggi.
Joglosemarnews/Kiki Dian
Sementara pemandangan di belakang panggung, pun tak kalah seru. Melongok di beberapa sudut, tampak para pemain sedang sibuk masing-masing. Ada yang merias wajahnya dengan bedak atau lipstik, ada yang meluluri badannya dan menyisir rambutnya. Di depan sebuah cermin, seorang pemain bertubuh besar sedang melukis alisnya dengan tebal. Kali ini peran yang dimainkannya adalah menjadi Bima , salah satu Pandawa bertubuh kekar dan paling kuat di antara kelima Pandawa tersebut. Coretan alis yang tebal, ditambah eyes shadow dan lipstik merah muda tanpa ragu , seolah mengesankan lakon Bima yang super tegas, kuat pendirian menyatu dengannya.
Joglosemarnews/Kiki Dian
Tak jauh darinya, tampak seorang pemain sedang menggunakan jarik yang menjadi jatahnya malam itu. Wajahnya penuh celemongan warna putih, identik sebagai lakon yang biasanya masuk Goro-goro atau lawakan. Ah ternyata ia menjadi Bagong.
Beranjak di sebelahnya, seorang “buto” sudah siap dengan setiap riasan wajah maupun kostumnya. Ia hanya tinggal menunggu adegan yang menuntutnya segera keluar panggung. Seto, pemain Wayang Orang tersebut, mendapat peran dari sang sutradara menjadi tokoh antagonis malam itu, seorang buto yang akan menghadang dan melakukan penculikan di tengah hutan.
Joglosemarnews/Kiki Dian
“Hari ini jadi buto, kemarin jadi Gatotkaca. Dapat yang jahat atau yang baik sama saja, namanya kan hanya peran,”ujarnya sambil tertawa, dengan dandanan yang menyeramkan.
Santai, penuh tawa dan canda namun tetap profesional. Gambaran yang jelas ketika mengobok-obok belakang layar pementasan Wayang Orang Sriwedari tersebut. Hal ini diakui Koordinator Wayang Orang Sriwedari, Agus Prasetyo tak lepas dari kebiasaan setiap hari para pemain dan kru Wayang Orang Sriwedari yang terlibat.
Ya, pentas dan manggung adalah sebuah kewajiban bagi para pemain wayang orang tersebut, sebab beberapa di antara mereka menyandang status Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kota Surakarta. Pemerintah kota Surakarta pun cukup bijaksana mengikat para seniman tersebut melalui status PNS, salah satunya demi tetap lestarinya kebudayaan berusia ratusan tahun tersebut.
- Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
- Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
- Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
- Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com