JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Nasional

Tujuannya Mencegah Moral Hazard, Tapi Skema Urun Biaya BPJS Kesehatan Bisa untuk Tekan Defisit

   
Iluatrasi

JAKARTA – Sesuai dengan skemanya, kebijakan urun biaya Jaminan Kesehatan adalah untuk pengendalian mutu pelayanan kesehatan, pengendalian biaya dan pencegahan moral hazard.

Akan tetapi, diakui Kementerian Kesehatan bahwa skema tersebut  dapat menekan defisit di tubuh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan alias BPJS Kesehatan.

Demikian diungkapkan oleh Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kemenkes Sundoyo.

“Tapi bagaimana mekanisme urun biaya tadi adalah pembayaran Ina CBGs lalu sisanya dibayar BPJS Kesehatan memang ada kontribusi dampak ke sana, namun itu bukan tujuan utama, tujuan utamanya mengendalikan peserta dari moral hazard,” ujar Sundoyo di Kantor Kementerian Kesehatan, Senin (28/1/2019).

Urun biaya, ujar dia, tidak akan dikenakan untuk semua layanan kesehatan, melainkan jenis layanan tertentu saja. Namun hingga kini jenis layanan yang kena urun biaya belum ditetapkan.

Sehingga, meski Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2018 sudah berlaku, pasal tentang urun biaya belum berjalan.

Jenis layanan yang akan kena urun biaya akan dikaji oleh tim yang dibentuk Menteri Kesehatan. Tim pengkaji jenis layanan yang akan dikenakan urun biaya jaminan kesehatan ditargetkan terbentuk pada akhir Januari 2019.

Baca Juga :  Putusan Sengketa Pilpres 2024, Tinggal Menunggu Hati Nurani dan Keberanian MK

Tim itu akan terdiri dari berbagai unsur, mulai dari Kementerian Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, asosiasi rumah sakit, asosiasi profesi, akademikus, serta unsur lainnya.

Pada pertengahan 2018, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan memproyeksikan BPJS Kesehatan mengalami defisit senilai Rp10,98 triliun. Pemerintah melalui kementerian keuangan menyuntikkan dana senilai Rp4,9 triliun untuk menutupi defisit tersebut.

Usai dana talangan tahap I dikucurkan, defisit masih terjadi. Pemerintah kembali meminta BPKP untuk mengaudit BPJS Kesehatan. Setelah mendapat tinjauan dari BPKP, defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 6,1 triliun.

Pemerintah kemudian memberikan talangan kembali senilai Rp 5,2 triliun. Sisa dana tersebut akan diambil dari bauran kebijakan.

Setelah penyelamatan itu, Kementerian Keuangan meminta BPKP untuk mengaudit kembali BPJS Kesehatan untuk ketiga kalinya terhadap sistem BPJS Kesehatan di 2.400 rumah sakit. Audit ini ditargetkan rampung pada Januari 2019.

Sebelumnya, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief, mengatakan terkait urun biaya, pemerintah akan menetapkan nilai dana yang dibayarkan peserta JKN pada layanan tertentu.

Baca Juga :  Sulitnya Pertemuan Jokowi-Megawati, Politikus PDIP: Kesalahan Jokowi Jauh Lebih Banyak Ketimbang SBY

“Urun biaya ini dikenakan kepada peserta yang saat berobat mendapatkan pelayanan tertentu yang masuk dalam jenis layanan yang bisa disalahgunakan,” ujar dia, tanpa merinci jenis layanan yang dimaksud.

Nilai urun biaya dimulai dari Rp 10 ribu untuk rawat jalan pada rumah sakit C, D, dan klinik utama hingga maksimal Rp 350 ribu untuk 20 kali kunjungan dalam jangka waktu tiga bulan.

Untuk rawat inap, pemerintah menetapkan urun biaya 10 persen dari biaya pelayanan, dihitung dari tarif total yang ditetapkan, atau paling tinggi Rp 30 juta.

Menurut Budi, BPJS Kesehatan akan memberi usul mengenai jenis layanan yang dikenai kewajiban urun biaya. Usul juga akan datang dari organisasi profesi dokter dan asosiasi penyedia fasilitas kesehatan.

Setelah usul ditampung, kata dia, pemerintah menyelenggarakan kajian, uji publik, dan penyusunan rekomendasi, sebelum memberlakukan urun biaya. #tempo.co

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com