JAKARTA – Meskipun dengan alasan kemanusiaan, Menteri Kordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam RI) Wiranto menyatakan, presiden tidak boleh bersikap grusa-grusu untuk membebaskan narapidana teroris, Abu Bakar Baasyir.
Ia menerangkan, pembebasan terpidana kasus tindak pidana terorisme itu masih memerlukan pertimbangan aspek lain, seperti aspek ideologi, Pancasila, NKRI, hukum, dan lain sebagainya.
“Jadi Presiden (Jokowi) tidak boleh grusa-grusu, tidak boleh serta merta membuat keputusan. Tapi perlu pertimbangakan aspek-aspek lainnya,” kata Wiranto dalam sesi konferensi pers, di kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, pada Senin (21/1/2019) petang.
Ia mengatakan, sejak tahun 2017 silam, keluarga Abu Bakar Ba’asyir memang telah mengajukan permintaan pembebasan, karena pertimbangkan usia lanjut dan kesehatan yang semakin memburuk.
“Presiden memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih mendalam dan komprehensif guna merespon permintaan itu,” ujar Wiranto.
Sebelumnya, kabar bebasnya Ba’asyir disampaikan langsung oleh Penasihat hukum pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, ke LP Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, Jumat lalu (18/1/2019).
Pembebasan Ba’asyir sendiri direncanakan pada Minggu ini sambil menunggu proses administrasi di LP.
Setelah bebas, Baasyir akan pulang ke Solo dan akan tinggal di rumah anaknya, Abdul Rahim.
Abu Bakar Ba’asyir divonis selama 15 tahun dan telah menjalani hukuman sekitar 9 tahun.
Di tengah-tengah menjalani hukuman Ba’asyir itu, ia diketahui pula sempat menderita penyakit pembengkakan kaki, pada akhir 2017 silam.