BANDUNG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Bandung memvonis mantan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Sukamiskin Wahid Husen delapan tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 4 bulan kurungan.
Wahid dinyatakan bersalah telah melakukan tindakan korupsi dengan menerima suap dari beberapa narapidana lapas Sukamiskin.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Wahid Husen dengan pidana penjara selama 8 tahun dan pidana denda sebesesar Rp 400 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Sudira saat membacakan amar putusan dalam sidang vonis di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan RE Martadinata, Bandung, Senin, (8/4/2019).
Putusan terhadap Wahid ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang menuntut Wahid dipenjara selama sembilan tahun. Hakim mengatakan, Wahid terbukti bersalah sesuai dengan dakwaan primer jaksa KPK yakni, Pasal 12 Huruf b Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Menyatakan terdakwa Wahid Husen telah terbukti dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana beberapa perbuatan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer,” katanya.
Wahid Husein terbukti menerima suap dari narapidana di lapas Sukamiskin. Dalam fakta persidangan, Hakim menyebutkan ada 3 orang yang memberikan suap kepada Wahid Husein guna mendapatkan fasilitas lebih dan bisa keluar masuk penjara dengan mudah. Ketiga napi itu yakni, Fahmi Darmawansyah, Fuad Amin dan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
Hakim pun menolak nota pembelaan yang dilayangkan oleh Wahid melalui kuasa hukumnya. Menurut hakim, pledoi yang disampaikan Wahid dalam sidang sebelumnya. Dalam pledoi itu, Wahid menganggap izin luar biasa dan izin berobat bukan merupakan dari pemberian fasilitas.
Selain itu, alasan Wahid memberikan fasilitas kepada para napi dianggap sebagai upaya untuk pemberian tempat tahanan yang layak bagi napi. “Terhadap nota pembelaan atau pledoi terdakwa harus dikesampingkan dan ditolak,” ucapnya.
Hakim bersikukuh pada keputusannya bahwa pemberian izin berobat atau luar biasa itu dilakukan Wahid karena sebelumnya telah diberi sogokan oleh napi bersangkutan. Selain itu, Wahid pun dianggap lalai saat menjabat sebagai Kalapas yang tidak tegas melarang, malah justru membicarakan penyalahgunaan izin yang dilakukan oleh ketiga narapidana itu.