JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

8 Korban Tewas Perbulan, Kesadaran Tertib Berlalu Lintas Warga Sragen Ternyata Masih Payah. Kasat Lantas Ungkap Buktinya Berikut Ini!

AKP Sugiyanto. Foto/Wardoyo
   
AKP Sugiyanto. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kesadaran masyarakat Sragen untuk tertib berkendaraan dan berlalu lintas di jalan raya dinilai masih di bawah harapan. Padahal, angka kecelakaan dan korban jiwa di jalanan Bumi Sukowati terbilang cukup tinggi.

Merujuk hasil analisa dan evaluasi yang dirilis Satlantas Polres Sragen, jumlah korban meninggal kecelakaan selama kurun Januari-Juni 2020 sudah mencapai angka 47 orang.

Jika dirata-rata perbulan hampir ada 8 orang yang meninggal akibat kecelakaan. Sayangnya, dari analisa kepolisian merujuk pada hasil operasi patuh candi 2020 yang barusaja selesai digeber 23 Juli-5 Agustus 2020, tingkat kesadaran tertib berlalu lintas di Sragen belum lah seperti yang diharapkan.

Angka kecelakaan selama 2 minggu terakhir selama operasi patuh memang turun 30 persen. Dari 43 kejadian menjadi 34 kejadian dengan korban meninggal turun satu dari 3 orang jadi 2. Tapi secara keseluruhan, tingkat kesadaran untuk tertib berlalu lintas, kami anggap masih belum,” papar Kasat Lantas Polres Sragen, AKP Sugiyanto kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Kamis (6/8/2020).

Baca Juga :  Bioskop legendaris Garuda Theatre Sragen: Kenangan Manis Masa Lalu

Kasat menguraikan penilaian itu disampaikan bukan tanpa alasan. Pasalnya fakta di lapangan menggambarkan, hampir sebagian besar warga ternyata hanya berusaha tertib ketika ada opeasi dan ada petugas kepolisian yang bersiaga saja.

Selebihnya, ketika hari biasa dan jam-jam di mana tak ada petugas berjaga di jalan, warga kembali pada kebiasaannya abai terhadap ketertiban.

“Contohnya kalau pagi, personel kita siagakan melakukan pengamanan ruas jalur kota, mulai pukul 6.30- 7.30 WIB di sepanjang jalan Sukowati kelihatan sekali kalau warga sangat tertib. Orang di lampur merah berhenti, semua pakai helm dan masker. Tapi bandingkan ketika sudah di atas jam 11.00 atau 12.00 WIB saat nggak ada petugas siaga, banyak pengendara yang nggak pakai masker, nggak pakai helm, lalu  ngeblong lampu merah,” urainya.

Dari fakta itu, Kasat menyimpulkan bahwa selama ini kepatuhan masyarakat lebih disebabkan faktor ketakutan kena operasi dan karena ada polisi.

Baca Juga :  Geger Mobil Baru Langsung Rusak, Anggota DPRD Tulungagung Juga Mengalami Kerusakan Mobil Usai Mengisi Dexlite di SPBU Sragen

Padahal seringnya digelar operasi patuh atau razia kendaraan, sebenarnya ditujukan untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat. Diharapkan dengan sering operasi, akan membangun kesadaran tertib agar tumbuh dari diri pribadi warga dan menjadikannya sebagai sebuah kebutuhan, bukan keterpaksaan.

“Selama ini faktanya masih seperti itu. Maka dari itu, kami mengajak monggo tertib berlalu lintas itu harus menjadi budaya dan kebutuhan. Bukan hanya karena ada polisi atau takut operasi saja. Karena ketertiban itu akan membawa keselamatan diri kita dan keselamatan bersama juga,” tandasnya.

Bukti lainnya terkait kesadaran masyarakat, selama 14 hari operasi kemarin, masih ada 3.685 pengendara yang kedapatan melanggar.

Dari jumlah itu, 600 pengendara ditilang karena pelanggaran fatal sedangkan 3.085 lainnya mendapatkan sanksi teguran baik lisan maupun tertulis.

Teguran itu diberikan kepada mereka yang kedapatan tidak mengenakan masker, ngeblong belok kiri padahal tak ada rambunya dan pelanggaran ringan lainnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com