JOGLOSEMARNEWS.COM – Aksi menentang pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja terjadi tidak hanya di jalanan. Gelombang penolakan juga jamak terjadi di dunia maya, terutama di media sosial.
Jika aksi di jalanan menyasar kantor perwakilan pemerintahan dan gedung DPR dan DPRD di sejumlah wilayah, aksi penolakan UU yang juga dikenal dengan Omnibus Law ini menyasar akun para wakil rakyat. Sayangnya, netizen terkadang bertindak di luar batas hingga keluarga anggota dewan pun turut menjadi sasaran komentar negatif.
Di media sosial Instagram dan TikTok, akun milik anak salah seorang anggota DPR dibanjiri komentar yang bernada negatif dan menyerang. Bahkan tidak sedikit yang menyalahkan si anak karena menjadi anak seorang wakil rakyat.
“Lagi ultah nih, tapi kadonya malah kena hujatan rakyat wkwk makanya bilangin bapak lo jangan nyusahin rakyat woy!!” tulis komentar salah seorang netizen di Instagram.
“Makmur banget ya hidupnya, iyalah pake uang rakyat wkwkw,” komentar netizen lainnya.
Di akun TikTok salah seorang anak anggota DPR pun tak luput dari hujatan netizen yang salah sasaran. Padahal pemilik akun yang masih duduk di bangku sekolah itu hanya mengunggah video berjoget ala TikTok, namun kolom komentarnya dipenuhi hujatan untuk sang ayah yang merupakan anggota DPR.
“Mentang-mentang anak pejabat itu kerudung kayak ibu-ibu pejabat,” tulis komentar salah seorang netizen.
“Bilangin ayahnya suruh beli korek kuping biar bisa dengar rakyat, eh maaf kan tikus kupingnya kecil, pantes gak bisa denger, korek kuping aja ogah masuk,” tulis komentar jahat netizen lainnya.
Meski ada beberapa netizen yang mencoba membela pemilik akun dan menyadarkan netizen jahil lainnya, namun komentar yang membela dan membenarkan tidak sebanyak komentar negatif yang ditinggalkan netizen.
Seperti diketahui, para legislatif saat ini tengah menjadi sasaran kekesalan warga dan netizen menyusul disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam rapat paripurna pada Senin (5/10/2020) lalu. Setelah UU Cipta Kerja disahkan, berbagai serangan dan sindiran pun diarahkan kepada para anggota dewan.
Diberitakan sebelumnya, di sejumlah marketplace daring sempat bermunculan lapak online yang menjual Gedung DPR dengan berbagai harga. Lapak yang menjual gedung dewan itu pun langsung dihapus oleh tim dari marketplace.
Selain itu, situs resmi DPR juga sempat menjadi sasaran aksi peretasan. Pelaku peretasan sempat mengubah tulisan kepanjangan DPR dari Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Dewan Penghiatan Rakyat. Kasus ini kini tengah diselidiki oleh kepolisian.