JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Takut Masa Depan Suram, Warga Desa Pengkol Sragen Rame-Rame Tolak Tanah Wakaf Dibangun Makam. Sempat Terjadi Ketegangan

Salah satu nenek yang tinggal di dekat tanah wakaf di Dukuh Pengkol, Tanon, saat berdiri di dekat papan penolakan dibangun makam. Foto/Wardoyo
ย ย ย 

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sejumlah kepala keluarga (KK) di Dukuh Pengkol RT 9, Desa Pengkol, Kecamatan Tanon, Sragen menolak rencana tanah wakaf di dekat mereka dijadikan untuk pemakaman.

Selain tak ada sosialisasi ke warga terdekat, kehadiran makam di dekat mereka dinilai bakal berdampak buruk bagi lingkungan sekitar.

Aksi penolakan juga diungkapkan melalui beberapa tulisan di papan dan karung yang dibentangkan di lokasi tanah wakaf sejak Minggu (22/8/2022) pagi.

Tanah wakaf yang memicu polemik itu berlokasi di RT 9 dengan luas 769 mยฒ. Tanah pekarangan itu diwakafkan oleh Gimin, warga desa setempat.

“Logikanya siapa yang mau tinggal bersebelahan dengan makam. Makanya kami menolak tanah wakaf ini jadi makam. Karena di dekatnya banyak rumah. Kalau takut sih enggak, yang kami pikirkan hanya masa depan anak cucu kita. Ketenangan dan kenyamanan jadi terganggu. Pokoknya kami menolak,” papar Jumahir, warga RT 9 yang rumahnya bersebelahan persis dengan lokasi wakaf.

Mbah Tukimin (70) warga lain yang tinggal hanya beberapa meter dari lokasi tanah itu menyampaikan dirinya menolak karena takut jika rumahnya memangku makam.

Sejumlah warga yang tinggal di dekat tanah wakaf menolak rencana pembangunan makam dengan memasang spanduk dan papan berisi penolakan, Rabu (25/8/2021). Foto/Wardoyo

Selain itu, ia khawatir kehadiran makam akan memberi dampak psikis yang sama bagi anak cucunya kelak.

“Sampai sekarang yang punya tanah wakaf sama sekali belum minta ijin atau memberi tahu warga terdekat kalau mau dijadikan makam. Kami sebagai warga terdekat keberatan karena akan terdampak sekali ke lingkungan. Terutama air resapan, tanah juga nggak akan laku dijual. Ada rasa cemas dan takut juga,” timpal Katno (37) warga RT 9 lainnya.

Masa Depan Suram

Ketua RT 9, Karmin yang tinggal berhadapan dengan tanah wakaf itu, membenarkan penolakan warga. Ia mencatat setidaknya ada 8 KK di sekeliling tanah itu yang menolak keras rencana menjadikan makam.

Alasannya sepengetahuan warga terdekat, sejak awal tanah wakaf itu diperuntukkan sosial kemasyarakatan dan tidak ada klausul untuk makam.

Baca Juga :  Patroli Presisi Polres Sragen Jaga Keamanan Kantor KPU dan Bawaslu Jelang Penetapan Presiden Terpilih 2024

Kehadiran makam juga dinilai tidak etis karena berada di lingkungan
permukiman padat penduduk.

Lantas adanya makam dikhawatirkan akan mengganggu kenyamanan dan psikis warga terdekat.

“Kalau saya pribadi juga keberatan. Bukan masalah takutnya, tapi efek masa depan kami. Karena ke depan pasti tanah jadi nggak laku dijual. Contohnya sudah ada di dekat makam sebelah itu tanahnya pada nggak laku dijual. Lalu sumber air tanah pasti terdampak. Yang jelas masa depan akan suram lah kalau dekat makam. Makanya kami menolak keras, mau dijadikan apa nggak masalah asal bukan makam,” terangnya.

Ia juga menyayangkan sikap pewakaf yang seolah mengabaikan kondisi warga sekitar. Padahal warga sudah pernah beberapa kali mengajukan keberatan.

Menurutnya, sejak awal tidak pernah ada penyampaian dan warga radius terdekat tak pernah diundang.

Ketua RT 9, Karmin. Foto/Wardoyo

 

Hal itu akhirnya memicu pro kontra sehingga membuat warga terdekat akhirnya jadi merenggang dengan warga radius agak jauh yang mendukung dijadikan makam.

Termasuk aktivitas pembangunan pagar yang nekat dimulai beberapa hari lalu, makin memicu ketegangan antar warga.

“Sempat ada pertemuan mengundang semua perwakilan RT 7,8,9,10,11, difasilitasi Ketua BPD, sudah ada kesepakatan colling down dulu sampai ada titik temu. Malah paginya dilanggar, beberapa pekerja masih nekat membangun. Katanya mau dipagari dulu, biar warga nggak takut. Lha mau dipagar setinggi langit pun kan faktanya kami tetap dekat makam. Apa nggak kasihan kami sudah ekonomi susah kayak gini mau ditambah beban masa depan suram. Makanya kami akan terus berjuang. Harapan kami ada solusi, jangan dijadikan makam. Demi ketenangan warga,” tandasnya.

Upayakan Mediasi

Dikonfirmasi, Ketua BPD Ali Maskuri menyampaikan memang ada aspirasi masuk ke BPD dari beberapa warga di sekitar tanah wakaf. Mereka menolak jika tanah itu digunakan makam.

Sebagai tindaklanjut, pihaknya sudah mengecek dokumen dan mengupayakan mediasi. Dari dokumen yang masuk ke BPD, menurutnya memang belum ada dokumen yang menyatakan tanah yang diwakafkan Gimin itu diperuntukkan makam.

Baca Juga :  Geger di Jembatan Gunung Kemukus Sragen, Warga Menemukan Pria Tanpa Identitas Dalam Kondisi Sakit, Polisi Dibantu Warga Lakukan Evakuasi

Baik sertifikat yang diterbitkan DPUPR dan tata ruang tata wilayah, tak ada yang spesifik menyebut untuk makam. Berdasarkan sertifikat wakaf yang diterbitkan tahun 2016, tertulis wakaf untuk sosial kemasyarakatan.

“Dari PUPR itu menyatakan wilayah kuning bisa untuk wilayah pedesaan. Dalam sertifikat wakaf tertulis wakaf untuk sosial kemasyarakatan. Jadi memang tidak harus untuk makam. Mau digunakan apa monggo. Intinya warga sekitar menolak bukan karena wakaf, tapi tidak untuk makam. Makanya kami mencoba untuk memfasilitasi, kita arahkan mediasi agar dibantu desa. BPD hanya sebagai tokoh mengimbau menyarankan,” terangnya.

Ali Maskuri. Foto/Wardoyo

Ali menyampaikan, secara lokasi tanah wakaf itu bisa dibilang di tengah permukiman karena di sekeliling depan, samping kanan dan kiri sekitarnya memang rumah-rumah warga.

Akan tetapi bisa juga dibilang di tepi karena satu sisinya berbatasan dengan sungai. Terkait kasus itu, pihaknya sudah mengumpulkan ketua RT sekitar bersama perangkat desa.

Saat itu disepakati kegiatan pembangunan dihentikan dan warga cooling down sambil mencari solusi terbaik. Namun ternyata kegiatan pembangunan masih berlanjut sehingga sempat ada ketegangan dengan warga sekitar.

“Di dekat situ memang sudah ada makam berjarak sekitar 300 meter. Harapan kami masih banyak solusi yang bisa ditempuh. Kalau memang tidak ada kesinkronan warga, kami minta sebaiknya dirembug dulu yang bagus. Karena kembali lagi itu kan tanah wakaf yang berkaitan dengan ibadah, jangan sampai ada satu pihak pun yang tersakiti,” tandasnya.

Ali menambahkan menurut rencana mediasi akan dilanjutkan kembali Kamis (26/8/2021) besok. Ia berharap segera ada solusi dan kebijakan dari pemerintah desa yang diterima semua pihak.

Sementara, Kades Pengkol Haryono belum bisa dimintai konfirmasi. Beberapa kali dihubungi melalui telepon seluler, belum merespon. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com