SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM —Realisasi pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Tengah tahun 2021 masuk urutan bawah se-Jawa atau nomor dua terburuk se-Jawa. Hal itu terungkap dari ekspose yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) saat merilis realisasi pendapatan APBD provinsi se Indonesia tahun 2021.
Dari data yang disampaikan Kemendagri tersebut menyebutkan, persentase realisasi pendapatan APBD Jawa Tengah berada di bawah rata-rata nasional. Realisasi pendapatan Jawa Tengah hanya tercapai 96,91 persen dari target yang ditetapkan. Sedangkan rata-rata realisasi pendapatan provinsi di Indonesia berada di angka 97,91 persen.
Buruknya realisasi pendapatan APBD Jateng tahun 2021 itu bisa ditunjukkan dari urutan yang disandangnya yakni posisi 16 dari seluruh jumlah provinsi di Indonesia. Jawa Tengah terlempar dari 15 besar untuk realisasi pendapatan APBD, bahkan kalah dengan provinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta).
Adapun posisi pertama dengan realisasi pendapatan yang melebihi target nasional adalah Provinsi Jawa Timur yakni 103,97 persen, lalu Provinsi Gorontalo 102,28%, Jawa Barat 102,07%, DKI Jakarta 101,07%, dan DIY 99,95%. Dari seluruh provinsi yang ada di Jawa, realisasi pendapatan Jawa Tengah nomor dua terburuk. Jawa Tengah hanya sedikit lebih baik dari Provinsi Banten yang mencatatkan realisasi 96,05%.
Kepada wartawan, Wakil Ketua Komisi C DPRD Jawa Tengah Sriyanto Saputro meminta Gubernur dan semua pihak terkait untuk melakukan instrospeksi bersama. Sriyanto memahami kondisi pandemi Covid-19 membuat perekonomian lesu dan mempengaruhi jumlah masyarakat yang membayar pajak. Namun bukan berarti hal itu menjadi alasan dalam upaya meningkatkan pendapatan. Karena faktanya, sejumlah provinsi lain pencapainnya di atas 100 persen.
“Ya ini harus introspeksi, mengapa hasilnya seperti ini. Kami tidak serta merta menyalahkan eksekutif, tapi setidaknya perlu studi banding ke Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta yang capaiannya di atas 100 persen. Tidak apa belajar kesana. Jika alasan pandemi Covid-19, nyatanya provinsi itu capaiannya di atas 100 persen kok,” ujar Sriyanto, Kamis (6/1/2022).
Politisi Partai Gerindra ini menambahkan, dari dulu Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jawa Tengah paling banyak berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). DPRD Jawa Tengah sudah sering menyarankan agar Pemprop menggali seberapa besar potensi riil pajak di provinsi ini. Dia juga menyoroti piutang pajak di Jawa Tengah yang jumlahnya sangat besar yakni mencapai Rp 2 triliun.
“Dewan selalu menyampaikan potensi riil pajak yang sebenarnya itu berapa? Piutang pajak juga besar mencapai Rp 2 triliun. Itu belum diketahui apakah kendaraannya masih bisa dipakai atau tidak. Maka tahun ini perlu adanya validasi data,” paparnya.
Data menunjukkan dari target Rp 5,1 triliun yang ditetapkan, realisasi PKB Jateng di 2021 hanya tercapai Rp 4,7 triliun atau 92,23%. Sedangkan untuk Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), pada tahun 2021 Jawa Tengah mematok target Rp 3,1 triliun dan hanya tercapai Rp 2,7 triliun atau 88,12%.
Sriyanto juga menegaskan, perlu adanya inovasi dan terobosan untuk menggenjot pendapatan pajak. Dia mengkritik program Sakpole dan New Sakpole yang digaungkan Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Tengah yang kontribusinya hanya 1 persen dari total pembayaran pajak. “Program itu jangan hanya ramai di Medsos. Seperti Sakpole dan New Sakpole hanya ramai di baliho dan medsos, ini yang perlu dievaluasi,” tegasnya.
Selain itu, lanjut dia, dari sisi sumber daya manusia (SDM), Bapenda Jawa Tengah sudah terlalu lama dipimpin Pelaksanaa tugas (Plt). Hal tersebut membuat kinerja tak maksimal. “Bu Peni (Plt Kepala Bapenda Jawa Tengah Peni Rahayu) juga merangkap Asisten 2 sehingga tugasnya terlalu banyak. Kami berharap dengan adanya Sekda yang sudah definitif, posisi Kepala Bapenda juga diisi pejabat definitif,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Plt Kepala Bapenda Jawa Tengah Peni Rahayu menyampaikan semestinya data yang dirilis Kemendagri tidak hanya persentase, tapi juga nominal pendapatan APBD.
Menurutnya, total pendapatan APBD Jawa Tengah per 31 Desember 2021 mencapai Rp 26.607.343.678.183 atau 99,29 persen dari target Rp 26.798.308.421.000. Sedangkan realisasi PAD Jawa Tengah mencapai 97,68 persen. “Saya belum baca secara utuh, mungkin itu data sementara. Kami inginnya tidak hanya persentase, tapi juga nominal,” katanya.
Dia menambahkan, pendapatan yang berasal dari deviden Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) terlambat masuk karena Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) digelar di akhir tahun anggaran 2021. Pemprov Jawa Tengah, lanjut Peni, juga tidak diizinkan melakukan revisi target pendapatan oleh DPRD Jawa Tengah. Jika revisi diizinkan, dia optimistis realisasi pendapatan bisa memenuhi 100 persen.
Dikatakannya, Bapenda juga terus menggenjot pendapatan dengan menagih pajak kendaraan secara door to door. “Saat ini target dan capaiannya sudah di atas tahun 2020. Bahkan kami tadinya tidak optimis bisa segini. Namun di tiga bulan terakhir, pendapatan per bulan bisa di atas Rp 400 miliar,” katanya. (ASA)