JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Solo

BEM FH UNS Gelar Semar Law Festival, Hadirkan Pakar dari Berbagai Kalangan

Narasumber sedang menyampaikan materi dalam acara KPH di Auditorium UNS. Foto : dok
   

 

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) menggelar “Semar Law Festival” (SLF), pada 25-27 Nopember 2022. SLF terdiri dari dua rangkaian acara, yakni Kenal Profesi Hukum (KPH) yang dilaksanakan pada 25 Nopember dan Forum Mahasiswa Hukum Indonesia (FMHI) pada 26-27 Nopember.

KPH merupakan acara yang dikemas dalam bentuk talkshow mengenai keprofesian sarjana hukum. Acara ini dibuka oleh Wakil Walikota Surakarta, Teguh Prakosa dan berlangsung meriah dengan dihadiri oleh 250 orang peserta, mulai dari mahasiswa hingga masyarakat umum.

SLF menghadirkan beberapa pembicara, seperti  Tung Desem Waringin (Motivator – Alumni FH UNS), Lewi Aga Basieki, S.H., LL.M (Associate Ginting & Reksodiputro Law Firm), Dr. Sunny Ummul Firdaus S.H., M.H (Dosen Fakultas Hukum UNS), dan Dewi Kurnia Salwa (Vice President Human Captial PT Kilang Pertamina International).

Pada bahasan tema “Pengaruh Pendidikan Hukum dalam Menghasilkan Lulusan yang Berkompeten dan Berperikemanusiaan dalam Dunia Profesi Hukum” oleh Dr. Sunny Ummul Firdaus, S.H., M.H. dan Lewi Aga Basoeki, S.H., LLM. menjelaskan fenomena kesenjangan dalam dunia pendidikan dan praktiknya di lapangan.

Narsumber dalam FHMI BEM FH UNS. Foto : dok

Kedua pembicara mengelaborasi faktor-faktor penyebab kesenjangan dan cara-cara untuk menghadapi hal tersebut. Pada topik bahasan ini juga diulas mengenai praktik budaya intelektual yang seharusnya dipraktikkan mahasiswa hukum, yaitu meningkatkan literasi dan memiliki kemampuan berpikir global serta agar pendidikan hukum mencetak lulusan yang berperikemanusiaan.

Lewi Aga Basoeki sebagai seorang corporate lawyer pun memberikan tips dan trik bagi mahasiswa yang tertarik memiliki karier yang sama dengannya.

Kemudian, pada topik bahasan “Kiat-Kiat Mahasiswa Hukum yang Ingin Berkarier di Luar Profesi Hukum” oleh Tung Desem Waringin dan Dewi Kurnia Salwa yang membagikan perjalanan karier di bidang non hukum serta kiat-kiatnya.

Tung Desem Waringin bercerita bahwa awal mula kariernya di luar profesi hukum adalah karena keterbatasan IPK. Namun, ia memiliki value lebih sebagai mahasiswa teladan sehingga diterima di Bank BCA yang pada saat itu baru berdiri.

Dengan kemampuannya yang mudah beradaptasi, saat ini Tung Desem sukses sebagai motivator, pengusaha, investor, dan ahli marketing.

Baca Juga :  Ingin Pulihkan Perekonomian Solo, Nur Hafizin Bakul Mur Baut Pasar Klitikan Daftar Calon Wakil Walikota

Pada acara Kenal Profesi Hukum 2022, dia berpesan agar di mana pun seseorang bekerja maka harus belajar tentang kecerdasan keuangan.

Di sisi lain, Dewi Kurnia Salwa memberikan saran agar mahasiswa hukum memperluas wawasannya dalam mencari pekerjaan. Hal ini karena bidang hukum sangat berkesinambungan dengan kehidupan sehari-hari sehingga memungkinkan mahasiswa hukum berkarier di luar profesi hukum.

Dewi Kurnia Salwa juga turut memberikan penjelasan terkait tempat bekerjanya, yaitu PT Kilang Pertamina International yang merupakan perusahaan besar dan populer di kalangan masyarakat.

Sebagai seorang vice president, dia juga turut memberikan tips bagi mahasiswa yang ingin berkarier menjadi vice president, yakni dengan mengikuti training atau workshop.

FMHI sendiri merupakan forum diskusi terbuka mengenai suatu isu yang ada di Indonesia dan diikuti oleh seluruh mahasiswa hukum di Indonesia. Pada tahun ini, FMHI mengangkat tema “Pengadopsian Ekosida Dalam Instrumen Hukum dan HAM di Indonesia Sebagai Upaya Memerangi Ancaman Degradasi Ekologis” yang diselenggarakan di The Sunan Hotel Surakarta.

Pada hari pertama, FHMHI digelar dengan menghadirkan pembicara yang expert di bidangnya, seperti Totok Dwi yang membahas mengenai  regulasi yang mengatur lingkungan saat ini sedikit distruktif.

“Problem lingkungan berkaitan dengan planggaran HAM dan berkaitan dengan kekerasan baik episodik maupun struktural. Pada ICC saat ini ekosida masuk ke dalam kejahatan perang,” katanya.

Eksploitasi terhadap lingkungan yang terjadi saat ini, dikatakannya, tidak lagi sebagai kegiatan pemanfaatan biasa, namun sudah dapat dipastikan sebagai pemusnahan sumber-sumber kehidupan manusia, hilangnya hak untuk hidup manusia termasuk juga hak makhluk hidup lain yang hilang kelayakan hidupnya, dan ancaman terhadap kehidupan generasi saat ini dan kehidupan generasi di masa mendatang.

“Kebijakan atau regulasi yang ada pun, masih tidak berpihak pada realitas pemusnahan lingkungan, seperti pada UU Cipta Kerja yang menghilangkan izin lingkungan dan mereduksi konsep strict liability serta pada UU Minerba yang mengkriminalisasi masyarakat penolak tambang. Kondisi eksisting pengaturan ekosida di Indonesia masih menempatkan kejahatan lingkungan sebagai ordinary crime,” tambahnya.

Baca Juga :  Gerak Cepat, Gibran Akan Temui Tokoh-tokoh Usai Hadiri Penetapan Pemenang Pilpres di KPU Besok

Selanjutnya, pemaparan dengan pokok bahasan “Analisis Penerapan Konsep Green Economy untuk Meminimalisir Kerusakan Lingkungan Dalam Rangka Mewujudkan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan” menghadirkan pembicara Erik Armundito selaku perencana ahli madya Derektorat Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas.

Dia memaparkan bahwa ekonomi hijau sebagai bagian dari strategi transformasi ekonomi untuk mendorong Indonesia lepas dari middle income trap sebelum 2045.

“Pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim dalam mendukung ekonomi hijau sehingga strategi yang dilakukan yaitu pembangunan rendah karbon termasuk ekonomi sirkular, pengelolaan sampah dan limbah, pengelolaan kehati,” katanya.

Ia mencontohkan aksi pembangunan rendah karbon terdiri dari sektor energi, limbah, transportasi, kehutanan, pertanian, dan blue carbon. Implementasi ekonomi hijau dalam meminimalisir kejahatan lingkungan yangs udah dilakukan misalnya rehabilitasi mangrove bekas lahan di Belitung.

Arif Maulana selaku Ketua LBH Jakarta memaparkan bahwa isu keberlanjutan lingkungan hidup tidak hanya menjadi tanggung jawab satu pihak namun menjadi tanggung jawab manusia seluruh dunia, sehingga kejahatan lingkungan tidak bisa dipandang sebagai ordinary crime namun sudah termasuk pelanggaran HAM berat dan harus menjadi perhatian utama bagi kita semua.

Pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Persoalan penting yaitu bagaimana masyarakat memberikan pertimbangan mengenai keputusan dan perlindungan hukum dan mendemonstrasikan mengenai hal tersebut.

“Terdapat beberapa regulasi yang mengatur mengenai hak imunitas yaitu dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dikatakan bahwa terdapat hak imunitas terhadap hak warga negara yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang sehat,” katanya.

Pada 27 November, FMHI digelar dengan agenda Focus Group Discussion dengan mengikut sertakan 14 mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia, seperti Universitas Diponegoro, Universitas Sumatera Utara, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Brawijaya, dan lain-lain. Focus group discussion membawakan tema “Menyelisik Ekosida Sebagai Kejahatan Lingkungan Luar Biasa dan Pelanggaran HAM Berat di Indonesia” dengan kasus posisi kasus lumpur lapindo. (ASA)

 

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com