JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Nasional

Ancam Daya Beli Buruh, Anggota DPR Sayangkan Kebijakan Pemotongan Upah Buruh 25 Persen

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memberikan penjelasan secara virtual soal Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 pada Sabtu (19/11/2022) / tempo.co
   

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Terbitnya Permenaker Nomor 5 Tahun 2023, yang  mengizinkan pemotongan upah buruh hingga 25 persen, menuai reaksi keberatan dari berbagai pihak baik pengamat, kalangan buruh dan anggota DPR.

Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayanti juga  mempersoalkan keputusan pemerintah menerbitkan Permenaker tersebut, karena bakal memberatkan kaum pekerja.

Terlebih lagi, pemotongan upah  tersebut dilakukan saat Ramadhan dan Lebaran,  di mana harga kebutuhan pokok secara umum mengalami kenaikan.

“Pemotongan gaji pada industri padat karya jelas akan memberatkan pekerja. Terlebih potongannya cukup besar hingga 25 persen dan bisa berlangsung selama enam bulan,” kata Kurniasih melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin (20/3/2023).

Kurniasih berujar, tujuan hubungan industrial seharusnya menjadikan efisiensi di sektor SDM, baik dalam bentuk pengurangan atau pemotongan gaji atau PHK sebagai jalan keluar terakhir setelah tidak lagi ada pilihan lainnya. Menurutnya, efisiensi di bidang SDM tidak semestinya diambil sebagai solusi termudah. Sebab, pekerja yang akan menjadi korban.

“Apakah sudah dilakukan insentif atau kebijakan lain untuk menstimulasi industri ekspor ini dalam bentuk keringanan cost lainnya sebelum mengambil kebijakan pemotongan gaji? saya kira banyak alternatif lain yang bisa dilakukan,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera tersebut.

Kurniasih juga menilai  kebijakan Kemenaker Ida Fauziyah itu juga akan menurunkan daya beli masyarakat di tingkat bawah dalam jumlah cukup besar. Terlebih, saat ini sudah memasuki bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri.

Baca Juga :  Masinton Sebut Tak Ada Urgensinya Megawati Temui Presiden Jokowi

Artinya, banyak pekerja atau buruh yang perlu mengeluarkan konsumsi lebih, sedangkan umumnya harga kebutuhan pokok akan naik.

“Sekarang saja kita mengalami kenaikan harga beras sebagai kebutuhan pokok, belum lagi ditambah momen Ramadhan dan Idul Fitri. Tapi kebijakan untuk bukan hanya soal momennya yang tidak tepat, substansi pemotongan gaji buruh juga tidak tepat,” ujar dia.

Kurniasih mengimbau agar setiap kebijakan dalam hubungan industrial dibuat dengan semangat melindungi para pekerja. Sebab, posisi mereka tidak selalu diuntungkan dalam kebijakan berskala besar seperti UU Cipta Kerja dan Perpu Cipta Kerja.

Diterapkan Sesuai Kesepakatan

Sebelumnya, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri mengatakan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 diterbitkan untuk memberikan perlindungan dan mempertahankan kelangsungan bekerja pekerja atau buruh.

“Selain itu, untuk menjaga kelangsungan usaha perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor dari dampak perubahan ekonomi global yang mengakibatkan penurunan permintaan pasar,” kata Putri melalui siaran pers, Jumat (17/32023).

Putri mengatakan, kriteria perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor tersebut adalah memiliki pekerja/buruh paling sedikit 200 orang.

Baca Juga :  Di MK Banjir Amicus Curiae, di Kawasan Patung Kuda Banjir Massa Berunjuk Rasa, Kubu Prabowo-Gibran Batalkan Aksi

Dengan persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15 persen, serta bergantung pada permintaan pesanan dari negara Amerika Serikat dan negara-negara di benua Eropa.

Industri tersebut meliputi industri tekstil dan pakaian jadi, industri alas kaki, industri kulit dan barang kulit, industri furniture, dan industri mainan anak.

“Agar tidak terjadi dampak yang tidak kita inginkan, seperti PHK, maka industri padat karya sesuai kriteria-kriteria tersebut dapat melakukan pembatasan kegiatan usaha dengan menyesuaikan waktu kerja dan pembayaran upah,” katanya.

Industri padat karya tersebut, lanjut Putri, dapat kurang dari jam kerja dari 7 jam per hari dan 40 jam per minggu untuk waktu kerja 6 hari kerja dalam seminggu. Sedangkan untuk waktu kerja 5 hari dalam seminggu, maka waktu kerja dapat kurang dari 8 jam per hari dan 40 jam per minggu.

Pengurangan waktu kerja tersebut, lanjut Putri, tidak dapat diperhitungkan sebagai kekurangan untuk waktu kerja yang akan diterapkan setelah berakhirnya penyesuaian waktu kerja.

Adapun ketentuan upah yang dibayarkan, yakni minimal 75 persen dari upah yang biaya diterima pekerja/buruh. Penyesuaian tersebut juga hanya berlaku 6 bulan sejak Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 berlaku.

“Selain itu, harus dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja atau buruh,” tegasnya. 

www.tempo.co

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com