JOGLOSEMARNEWS.COM Umum

Ini Tradisi Masyarakat Jawa dalam Menyambut Puasa Ramadan

Sejumlah warga tengah bermain air di umbul Pengging. Pemkab Boyolali bakal menggelar kembali prosesi padusan menjelang Ramadhan atau bulan puasa mendatang.. Waskita
ย ย ย 

JOGLOSEMARNEWS.COM — Ada berbagai macam tradisi dalam masyarakat Jawa untuk menyambut bulan Ramadan atau Puasa. Tradisi tersebut merupakan salah satu bentuk kekayaan budaya Indonesia.

Tradisi tersebut mungkin berbeda di setiap daerah atau wilayah dalam masyarakat Jawa.

Dilansir dari berbagai sumber, berikut adalah 4 tradisi masyarakat Jawa yang biasa dilakukan sebelum memasuki bulan Ramadan :

Padusan

Melansir laman Portal Informasi Indonesia, padusan merupakan tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta. Mulanya, tradisi ini dilakukan dengan cara berendam atau mandi di sumur-sumur atau sumber mata air seorang diri di tempat yang sepi. Tujuannya yaitu untuk menyucikan diri sebelum Ramadan datang.

Akan tetapi, saat ini padusan telah mengalami pergeseran nilai. Kini, tradisi tersebut dilaksanakan dengan mandi, keramas atau berendam beramai-ramai di satu mata air sehari sebelum menjalani ibadah puasa Ramadan. Pergeseran nilai yang terjadi kemudian menyebabkan lahirnya beberapa tempat yang menjadi obyek wisata padusan, seperti Umbul Manten di Klaten dan Umbul Pajangan di Sleman.

Megengan

Menjelang Ramadan, masyarakat Jawa Timur memiliki tradisi selamatan yang disebut megengan. Tradisi ini biasanya dimulai dengan ziarah ke makam leluhur. Selamatan megengan dilaksanakan pada petang hari dengan hidangan apem dan pisang raja.

Megengan berasal dari kata โ€˜megengโ€™ yang artinya menahan. Dalam konseks puasa, maka yang dimaksud adalah menahan hawa nafsu selama bulan Ramadan.

Meskipun belum ada bukti historis yang ditemukan, tradisi megengan diduga kuat diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Menurut Nur Syam, akademisi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, sebagaimana dilansir dari laman nursyam.uinsby.ac.id, kreasi-kreasi tentang Islam Jawa terutama yang menyangkut tradisi-tradisi baru akulturatif yang bervariatif kebanyakan memang datang dari pemikiran Kanjeng Sunan Kalijaga.

Dugderan

Dudgeran merupakan tradisi masyarakat Semarang dalam menyambut bulan Puasa Ramadan. Melansir portal Center of Excellence DPAD Jogja, tradisi ini mencerminkan perpaduan tiga etnis yang mendominasi wilayah Semarang, yakni Jawa, Tionghoa, dan Arab.

Dugderan berasal dari kata โ€˜dugโ€™ yang berarti bunyi bedug yang ditabuh dan kata โ€˜derโ€™ yang berarti bunyi tembakan meriam. Tradisi ini diperkirakan mulai berlangsung sejak 1981 dan dilatarbelakangi oleh perbedaan pendapat mengenai penentuan awal Ramadan. Untuk menyamakan persepsi masyarakat, maka ditabuhlah bedug di Masjid Agung Kauman dan meriam di halaman kabupaten dan dibunyikan masing-masing tiga kali kemudian dilanjutkan dengan pengumuman awal puasa di masjid.

Saat ini, perayaan dugderan semakin meriah dengan makin banyaknya pedagang yang menjual beraneka ragam makanan, minuman, hingga mainan. Selain itu, dalam upacara dugderan juga terdapat ikon berupa โ€œwarak ngendhogโ€ berwujud hewan berkaki empat (kambing) dengan kepala mirip naga yang memperlihatkan perpaduan budaya antar etnis.

Dhandhangan

Masyarakat di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah merayakan festival dhandhangan untuk menandai dimulainya ibadah puasa bulan Ramadan. Dilansir dari laman warisanbudaya.kemdikbud.go.id, puncak acara dalam festival ini dilakukan dengan memukul bedug Masjid Menara Kudus.

Kata dhandhangan diambil dari resonansi bedung yang menimbulkan bunyi โ€˜dangโ€™. Awalnya, dhandhangan merupakan tradisi berkumpulnya para santri di depan Masjid Menara Kudus setiap menjelang Ramadan untuk menunggu pengumuman dari Sunan Kudus tentang penentuan awal puasa. Setelahnya, masyarakat dari luar Kudus juga antusias menunggu pengumuman di depan masjid.

Lamanya waktu menunggu dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan makanan tradisional siap saji. Memasuki 1980-an, jumlah pedagang mengalami peningkatan dan mulai menjajakan pakaian.

Saat ini tradisi Dhandhangan juga dikenal masyarakat sebagai pasar malam yang ada setiap menjelang Ramadan. Selain itu, tradisi ini juga menampilkan Kirab Dandangan yang merepresentasikan budaya yang ada di Kudus, seperti visualisasi Kiai Telingsing, Sunan Kudus, rumah adat Kudus, batil (merapikan rokok), dan lain-lain.

Itulah 4 tradisi masyarakat Jawa untuk menyambut bulan Puasa Ramadan. Selain tradisi-tradisi di atas, masih banyak tradisi lain yang dimiliki daerah-daerah di Indonesia.

www.tempo.co

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com