JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Nasional

Sejumlah Kasus Bermunculan, Fadel Muhammad Usulkan Ditjen Pajak Dipisah dari Kemenkeu  dan Bertanggung Jawab Langsung ke Presiden

Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta / tempo.co
   

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Beragam kasus yang muncul terkait institusi Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), telah memantik beragam reaksi pula.

Wakil Ketua MPR, Fadel Muhammad misalnya. Beberapa kasus yang mencuat di lembaga di bawah kendali Sri Mulyani tersebut mendorong dia kembali mengusulkan pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Terkait dengan usulan tersebut, Fadel mengaku pernah mempraktikkan ide pemisahan itu dalam skala kecil, ketika dirinya menjabat sebagai Gubernur Gorontalo pada 2001-2009.

“Dengan menarik biro keuangan yang semula berada di Sekretaris Daerah menjadi lembaga otonom yang bertanggung jawab langsung kepada gubernur dengan nama Badan Keuangan Daerah,” kata Fadel dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (17/3/2023).

Tanpa menyebutkan besar keberhasilan penerapan pemisahan Badan Keuangan Daerah dari Sekretaris Daerah tersebut, Fadel menyebutkan kebijakannya tidak sebanding dengan skala kerja DJP Kemenkeu.

Ia juga sempat terdorong melakukan hal serupa secara nasional saat terpilih menjadi Ketua Komisi XI DPR pada periode 2014-2015.

Kala itu, Fadel mengaku termasuk yang ikut mendorong agar Ditjen Pajak dipisahkan dari Kemenkeu dan membentuk lembaga baru yang bernama Badan Keuangan Negara. Badan ini bertugas untuk menghimpun pajak sebagai pengganti atau perubahan nama dari DJP.

“Badan ini berada dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden,” tuturnya.

Baca Juga :  Sejarah Lahirnya Persaudaraan Setia Hati Terate & Kisah Inspiratif Ki Hadjar Oetomo

 

Pemerintah pun, kata Fadel, sempat berencana menerapkan hal serupa melalui rancangan undang-undang mengenai ketentuan umum dan tata perpajakan (RUU KUP) pada 2015.

Pada pasal 95 draf beleid itu disebutkan bahwa penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang perpajakan dilaksanakan oleh lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Disebutkan juga bahwa lembaga tersebut berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden,” katanya.

Namun pembahasan RUU KUP tersebut tidak tuntas hingga berakhirnya masa jabatan DPR RI periode 2014-2019.

Berikutnya, pemerintah mengajukan RUU KUP dengan draf baru pada Mei 2021. Tapi di dalam rancangan UU itu tidak lagi disebutkan posisi lembaga bidang perpajakan berada di bawah Presiden.

“Saya tidak tahu apa alasannya,” katanya.

Ketika dunia perpajakan kembali disorot setelah adanya temuan kekayaan tidak wajar pada pegawai Pajak dan menimbulkan kecurigaan malapraktik sistem perpajakan, Fadel menilai sudah saatnya wacana pemisahan DJP dari Kemenkeu dipikirkan secara serius.

Apalagi sudah sejak dulu banyak ahli yang mendorong agar DJP dipisah dari Kemenkeu agar ada lembaga setingkat menteri yang fokus menangani pajak.

Usul itu perlu diseriusi, menurut Fadel, karena pajak adalah instrumen yang memiliki porsi lebih dari 75 persen pendapatan negara. Pendapatan pajak di APBN 2023 dianggarkan mencapai Rp 2.021,2 triliun atau sekira 82 persen dari total penerimaan negara Rp 2.463 triliun.

Baca Juga :  Besok Batas Akhir Permohonan Gugatan Sengketa Pemilu di MK, TPN Ganjar-Mahfud Siap Daftar Susul Tim AMIN

Hal ini juga seperti yang dijanjikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebelumnya untuk membuat Ditjen Pajak sebagai lembaga otonom yang lepas dari Kemenkeu dan berada langsung di bawah Presiden.

Dalam praktiknya nanti, menurut Fadel, pemisahan DJP dari Kemenkeu tetap membutuhkan kajian mendalam terkait beberapa hal, termasuk apakah lembaga tersebut bersifat otonom atau semi otonom. Pemisahan otoritas pajak dari kementerian keuangan bisa di antaranya meniru yang sudah dilakukan oleh banyak negara, seperti Amerika Serikat dan Singapura.

“Amerika Serikat, misalnya, lembaga pajaknya yang bernama Internal Revenue Service (IRS) merupakan lembaga otonom yang terpisah dari kementerian keuangan,” katanya.

Sementara otoritas pajak Singapura, Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) merupakan lembaga bersifat semi otonom. Meskipun tidak berada di bawah kementerian keuangan, IRAS mendapat supervisi dari dewan pengawas yang diketuai oleh Menteri Keuangan Singapura.

Sejumlah negara berkembang juga telah melakukan transformasi otoritas perpajakan dari konsep tradisional di bawah kementerian keuangan menjadi lembaga semi otonom. Fadel optimistis Indonesia bisa membentuk otoritas perpajakan semi otonom seperti yang sempat diajukan dalam draf RUU KUP pada 2015. “Nama otoritasnya bisa Badan Penerimaan Pajak atau Badan Keuangan Negara, atau nama lain yang sesuai,” ujarnya.

www.tempo.co

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com