Beranda Umum Nasional Ternyata  Sebagian Tersangka Korupsi Pertamina Ini Sosok Bermasalah, Ahok: Sering Saya Tegur...

Ternyata  Sebagian Tersangka Korupsi Pertamina Ini Sosok Bermasalah, Ahok: Sering Saya Tegur Tapi Ngeyel

Mantan Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero) Tbk, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok usai kampanye akbar Ganjar-Mahfud di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta, Sabtu (3/2/2024). Ahok mempertanyakan kepada PT Pertamina tidak segera memecat Riva Siahaan cs meski menurutnya track record sebagai petinggi buruk | tribunnews

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Sebagian tersangka kasus mega korupsi di Pertamina, yakni Riva Siahaan, Maya Kusmaya, dan Yoki Firnandi, ternyata merupakan orang-orang yang bermasalah sejak Basuki Tjahaja Purnama masih menjabat sebagai Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero) Tbk kala itu.

Diketahui, ketiga sosok yang disebutkan Ahok tersebut merupakan tersangka kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang di PT Pertamina Patra Niaga. Kejaksaan Agung (Kejagung) menaksir bahwa kasus ini mengakibatkan negara merugi hingga Rp193,7 triliun.

Ahok mengungkapkan bahwa Riva, Maya, dan Yoki adalah sosok yang kerap dimarahinya dalam rapat saat ia masih menjabat sebagai Komut PT Pertamina. Mereka disebut sebagai orang-orang yang ngeyel dan tidak mengindahkan instruksinya.

“Mereka ini ya, dimarahi paling pintar. Dimarahi cuma diam, ngeyel, nggak dikerjain. Minggu depan datang, sama lagi,” kata Ahok, Minggu (1/3/2025).

Ahok juga mengungkapkan bahwa akibat ulah Riva, Maya, dan Yoki, transaksi pembayaran di SPBU masih menggunakan uang tunai. Padahal, sejak empat tahun lalu, ia telah meminta agar pembayaran di SPBU menggunakan aplikasi MyPertamina.

“Sampai hari ini, SPBU (bayar) masih pakai tunai. Gua sudah minta (pembayaran via aplikasi MyPertamina) dari empat tahun lalu,” ujarnya.

Menurut Ahok, ketiga orang itu berani mengabaikannya karena ia tidak memiliki kewenangan untuk memecat mereka sebagai komisaris utama. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa seorang komisaris utama tidak hanya harus memiliki kuasa mengawasi, tetapi juga berhak memecat pejabat yang tidak kompeten.

“Kenapa dia berani? Karena dia tahu, gua nggak bisa mecat dia. Jadi, intinya kalau orang dikasih kuasa mengawasi, harus ada kuasa untuk memecat, itu kuncinya,” tegasnya.

Selain itu, Ahok mempertanyakan mengapa Riva dan kawan-kawannya masih bertahan di perusahaan pelat merah tersebut meskipun memiliki rekam jejak yang buruk.

“Kalau yang brengsek-brengsek ini masih bercokol, berarti yang bisa memecatnya ada apa?” ujarnya.

Baca Juga :   Meresahkan dan Menyalahi Norma, Enam Grup Facebook Diblokir Pemerintah

 

9 Tersangka Kasus Korupsi Minyak Mentah

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus mega korupsi ini. Beberapa di antaranya berperan dalam memenangkan DMUT atau broker minyak mentah dan produk kilang yang dilakukan secara melawan hukum.

Riva bersama Direktur Feedstock and Product Optimization PT Pertamina International, Sani Dinar Saifuddin, serta Vice President (VP) Feedstock Management PT Kilang Pertamina International, Agus Purwono, diduga terlibat dalam praktik tersebut.

Selain itu, tersangka DW dan GRJ berkomunikasi dengan Agus untuk memperoleh harga tinggi (spot) sebelum syarat terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk impor produk kilang. DW atau Dimas Werhaspati diketahui menjabat sebagai Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim. Sementara, GRJ atau Gading Ramadhan Joedoe merupakan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Riva melakukan pembelian Pertamax (RON 92). Namun, faktanya, yang dibeli adalah Pertalite (RON 90) atau lebih rendah, yang kemudian di-blending di Storage/Depo untuk menjadi RON 92. Praktik ini dilarang dalam aturan pengelolaan minyak dan gas.

Lebih lanjut, Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping diduga melakukan mark up kontrak shipping. Hal ini menyebabkan harga dasar yang digunakan sebagai acuan penetapan Harga Indeks Pasar (HIP) BBM menjadi lebih mahal. Akibatnya, harga jual BBM kepada masyarakat meningkat dan mempengaruhi besaran kompensasi maupun subsidi BBM dari APBN.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa berbagai perbuatan melawan hukum tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun.

 

Peran Maya Kusmaya dan Edward Corne

Selain sembilan tersangka sebelumnya, dua tersangka baru, Maya Kusmaya dan Edward Corne, juga diduga terlibat dalam praktik korupsi ini. Mereka melakukan pembelian BBM RON 90 (Pertalite) atau lebih rendah dengan harga RON 92 atas persetujuan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.

Baca Juga :  Jika Tak Diintervensi, Dirjen Komdigi: Potensi Kerugian Judi Online Capai Rp 1.000 T

Maya Kusmaya diduga memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada Edward Corne untuk mencampur produk kilang jenis RON 88 (Premium) dengan RON 92 agar menghasilkan BBM RON 92. Praktik ini menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai kualitas barang.

Selain itu, Maya dan Edward menggunakan metode spot atau penunjukan langsung dalam pembayaran impor produk kilang. Hal ini membuat PT Pertamina Patra Niaga harus membayar harga impor yang lebih tinggi kepada mitra usaha. Padahal, seharusnya pembayaran dilakukan dengan metode term atau pemilihan langsung dengan waktu berjangka agar harga lebih wajar.

Tak hanya itu, Maya dan Edward juga diduga terlibat dalam mark up kontrak shipping yang dilakukan Yoki Firnandi. Akibatnya, PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee 13–15 persen secara melawan hukum. Fee tersebut diduga diberikan kepada Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR), pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa, serta Dimas Werhaspati (DW), Komisaris PT Navigator Khatulistiwa.

Kejagung memastikan bahwa kasus ini masih terus dikembangkan, dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru dalam skandal korupsi terbesar di tubuh Pertamina ini.

www.tribunnews.com

 

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.