Beranda Umum Nasional Tanggul Laut Jadi Polemik: Antara Perlindungan Pesisir dan Ancaman Ekologis

Tanggul Laut Jadi Polemik: Antara Perlindungan Pesisir dan Ancaman Ekologis

Presiden Prabowo Subianto memberikan sambutan pada penutupan International Conference on Infrastructure (ICI) yang digelar Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, di Jakarta Convention Center, Jakarta, 12 Juni 2025  | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS – Proyek tanggul laut raksasa (giant sea wall) sepanjang 500 kilometer yang telah dicanangkan oleh Presiden Prabowo ternyata sampai sekarang masih menyisakan pro dan kontra.

Di satu sisi, proyek ini disebut sebagai langkah strategis untuk melindungi wilayah pesisir utara Pulau Jawa dari ancaman krisis iklim dan kenaikan muka air laut. Namun di sisi lain, kekhawatiran terhadap dampak ekologis, potensi tersedotnya anggaran kesejahteraan, hingga nasib nelayan membuat banyak pihak angkat suara menolaknya.

Dalam acara International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta, Kamis (12/6/2025), Presiden Prabowo mengumumkan bahwa pembangunan giant sea wall akan membentang dari Banten hingga Gresik, Jawa Timur, dengan estimasi anggaran mencapai US$ 80 miliar atau sekitar Rp 1.280 triliun. “Kami gunakan kekuatan kami sendiri,” kata Prabowo dalam pidatonya.

Gagasan ini bukan hal baru. Saat masih menjadi calon presiden pada Pilpres 2024 dan menjabat Menteri Pertahanan, Prabowo telah menyuarakan niat membangun infrastruktur tanggul laut sebagai kelanjutan program era Presiden Joko Widodo. Ia bahkan menegaskan bahwa proyek ini bukan lagi soal mampu atau tidak, tetapi soal keharusan.

“Untuk fase pertama saja, A dan B, biayanya Rp 164 triliun. Kalau semuanya bisa sampai 50–60 miliar dolar AS, mungkin lebih. Akan selalu ada yang bertanya, apakah ini bisa? Ini bukan soal bisa atau tidak bisa. Ini soal harus atau tidak,” ujar Prabowo dalam Seminar Nasional Strategi Perlindungan Kawasan Pulau Jawa, Rabu (10/1/2024), sebagaimana dikutip dari Antara.

Baca Juga :  Nama Adik Luhut Muncul dalam Usulan Calon Dubes, DPR Akan Gelar Uji Kelayakan Tertutup

Prabowo juga meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta turut menyokong anggaran proyek, khususnya untuk kawasan Teluk Jakarta yang diperkirakan menelan biaya US$ 8–10 miliar. Ia mengklaim sudah bertemu Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dan menyebut adanya komitmen DKI untuk ikut urunan. “Karena APBD DKI sangat besar. Jadi saya bilang, DKI harus urunan. Pemerintah pusat urunan. Kalau US$ 8 miliar dibagi 8 tahun, berarti US$ 1 miliar per tahun,” ujarnya.

Namun, tak semua pihak menyambut positif proyek ini. Survei Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menunjukkan bahwa mayoritas responden justru merasa khawatir. Peneliti DFW, Luthfian Haekal, mengungkapkan bahwa 56,2 persen dari 105 responden menyatakan tidak setuju terhadap pembangunan giant sea wall. Kekhawatiran utama adalah dampaknya terhadap lingkungan pesisir dan penghidupan nelayan.

“Pandangan yang muncul terbagi dua: sebagai pelindung kawasan atau ancaman ekologis. Tapi mayoritas menilai proyek ini lebih banyak mudaratnya,” kata Luthfian saat pemaparan daring, Rabu (30/4/2025).

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja, menilai proyek ini justru berisiko menyerap anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk program kesejahteraan masyarakat. “Kalau mekanismenya seperti itu, otomatis uang untuk sektor kesejahteraan bisa tersedot ke proyek ini. Padahal solusi ini tidak menyentuh akar persoalan,” tegasnya.

Sementara itu, koalisi masyarakat sipil Maleh Dadi Segoro (MDS) menyatakan penolakan terbuka terhadap pembangunan giant sea wall. Koordinator MDS, Martha Kumala Dewi, menilai proyek ini justru akan memperparah amblesan tanah di Pantura akibat bertambahnya beban fisik dan meningkatnya ekstraksi air tanah.

Baca Juga :  Rencana Kenaikan Tarif Ojol Dinilai Bisa Rugikan Banyak Pihak, Pemerintah Diminta Tak Ambil Keputusan Sepihak

“Masifnya pembangunan infrastruktur dan industri akan meningkatkan kebutuhan air. Sebagian besar air diambil dari tanah, dan itu memperparah penurunan muka tanah. Konsentrasi ekonomi yang datang bersama proyek ini akan memperburuk keadaan,” kata Martha dalam keterangannya, Jumat (12/1/2024).

Dengan potensi biaya fantastis, dampak ekologis yang belum terjawab, serta suara penolakan dari kelompok masyarakat sipil, pembangunan giant sea wall tampaknya masih menyisakan banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah sebelum proyek ini benar-benar bisa berjalan tanpa menimbulkan kegaduhan. 

www.tempo.co

 

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.