JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Kasus Jembatan Gambiran Sragen, Komisi III dan Pimpinan DPRD Ungkap Hasil Konsultasi LKPP. Sebut DPU PR Nekat Abaikan Saran!

Anggota DPRD dari Komisi III dan Dapil I saat sidak ke proyek Jembatan Gambiran Sragen, Selasa (22/5/2018). Foto/Wardoyo
ย ย ย 
Anggota DPRD dari Komisi III dan Dapil I saat sidak ke proyek Jembatan Gambiran Sragen, Selasa (22/5/2018). Foto/Wardoyo

SRAGEN- Mencuatnya laporan dugaan penyimpangan proyek Jembatan Gambiran Sine tahun 2018 yang dianggap melanggar banyak aturan memantik respon dari DPRD. Komisi III mengungkap sebenarnya telah menolak membahas pengajuan anggaran untuk pembangunan jembatan yang kala itu diajukan eksekutif dengan bahasa status darurat.

Fakta itu diungkapkan anggota Komisi III, Mualim Sugiyono. Kepada Joglosemar, ia mengatakan anggaran pembangunan Jembatan Gambiran diajukan dengan dana Rp 2,5 miliar di 2018. Saat itu, oleh DPU PR, jembatan yang mendadak diketahui retak itu diusulkan mendahului anggaran karena dianggap bencana dan statusnya darurat.

Menurut Mualim, saat itu, Komisi III menyatakan menolak untuk membahas karena belum ada dasar hukum yang jelas perihal penetapan status darurat. Sebab, Jembatan Gambiran itu retak bukan akibat bencana atau terkena banjir.

“Kami enggak mau ambil risiko. Makanya waktu itu kita menolak membahas karena DPU juga mengajukan tanpa ada dasar hukumnya. Dan hasil konsultasi Komisi III ke LKPP pusat memang menyarankan untuk menunggu dulu dasar hukum terbaru atau Perpresnya. Tapi belum sampai ada Perpres baru, DPU PR tetap ngeyel dan nekat mengajukan. Makanya ketika sekarang jadi masalah, sikap Komisi III sudah jelas karena dulu memang menolak untuk dibahas,” papar Mualim Senin (28/1/2019).

Baca Juga :  Dua Kali Panen Padi Melimpah Dan Harga Jual Tinggi, Pemerintah Desa Bedoro Sragen Akan Menggelar Sholawat Bersama Habib Syech Bin Abdul Qadir Assegaf. Bentuk Rasa Syukur Pada Allah

Politisi asal Demokrat itu menyampaikan dasar hukum yang dimaksud oleh LKPP saat itu adalah Perpres No 16/2018 yang kemudian diterbikan sebagai revisi atas Perpres No 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Dalam Perpres itu salah satunya mengatur soal penentuan status darurat sebuah proyek.

Ia melanjutkan, karena menolak untuk membahas, kala itu pengajuan proyek itu kemudian dikembalikan ke Badan Anggaran (Banggar). Sampai kemudian anggaran tetap nekat disetujui dan masuk APBD, pihaknya mengaku tak mengetahui prosesnya karena memang di luar pembahasan.

Baca Juga :  OPTIMALISASI LORONG SEKOLAH MENJADI LORONG LITERASI

Ia juga menyebut saat konsultasi ke LKPP, salah satu hal krusial yang dibahas adalah soal penetapan status darurat. Menurutnya, mestinya status darurat itu ditetapkan dengan dasar kajian dan ada tahapan-tahapan sebelumnya.

“Bukan hanya karena mau Lebaran dan akan dilewati banyak orang, lalu retak-retak saja terus dibahasakan status darurat. Kalau alasan akan dilewati banyak orang, ya semua jalan pasti akan dilewati banyak orang. Mestinya enggak seperti itu, semua ada aturannya. Dan saat itu, DPU PR juga enggak memberikan kajian soal status darurat,” tegasnya.

Ketua DPRD Kabupaten Sragen, Bambang Samekto menyampaikan anggaran pembangunan Jembatan Gambiran itu ditetapkan memang mendahului anggaran. Ia tak menampik sempat ada polemik hingga membuat pembahasan tertunda beberapa kali paripurna.

Ia juga membenarkan sempat konsultasi ke LKPP. Hasilnya, DPRD meminta ada catatan bahwa anggaran disetujui, akan tetapi soal teknis menjadi tanggungjawab eksekutif. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com