JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Tak Terima Ditetapkan Tersangka, Warga Sepat Masaran Rame-Rame Buka Suara Bela Pak Kades. Tegaskan Tanah Kerukan Embung Untuk Urug Jalan dan Biaya Operasional Backhoe!

Kondisi embung mangkrak di Desa Sepat, Masaran, Sragen yang dikeruk untuk membuat jalan warga. Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Warga Desa Sepat, Masaran, Sragen membantah tegas adanya setoran atau penjualan tanah kerukan embung di desa setempat.

Mereka pun mengaku tidak rela ketika tiba-tiba Kadesnya ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan komersialisasi tanah kerukan embung.

Bantahan itu disampaikan sejumlah warga desa itu saat mengutarakan kondisi yang sebenarnya terjadi. YAD, salah satu warga mengatakan bahwa pengerukan embung di desanya tidak ada biayanya.

Pengerukan embung dilakukan atas usulan dan aspirasi warga agar tanahnya bisa digunakan mengurug jalan yang dibuat warga.

“Dan tanah kerukannya itu buat jalan dan biaya operasional mendatangkan backhoe. Jadi nggak ada itu penjualan untuk Pak Lurah, apalagi setoran,” paparnya Selasa (27/10/2020).

Tokoh warga lainnya, SU, menimpali bahwa tanah kerukan embung memang dibutuhkan oleh warga. Proses pengerukan dan distribusi tanah kerukan semuanya yang mengelola warga.

Karenanya, warga kaget dan tidak terima ketika kemudian Kades dipersalahkan oleh ESDM dan justru ditetapkan tersangka.

“Kasihan Pak Lurah. Beliau sudah berani berkorban asal embung yang mangkrak biar berfungsi. Dilakukan pengerukan dan pelebaran embung, tujuannya biar kerukan bisa digunakan buat jalan. Kalau ada warga yang punya kerja dan nutup jalan, bisa ada jalan alternatif dan tidak mengganggu pemakai jalan. Kepada aparat, tolong nuraninya dipakai,” tandasnya.

Baca Juga :  Jelang Masa Jabatan Berakhir, Bupati Sragen Gelar Halal Bi Halal dan Mohon Maaf di Sumberlawang dan Miri

Ia menceritakan embung itu dibuat oleh kepala desa lama. Akan tetapi baru separuh dibuat dan kemudian terbiarkan mangkrak.

“Tetapi baru separuh atau sekitar 5.000 meter, dapat anggarannya memang dari Pemprov. Sekarang yang separuh ini murni dari hasil kerukan buat jalan yang baru. Di mana salahnya, kan itu justru lebih mendatangkan kemanfaatan,” tandasnya.

Ia menambahkan dari awal pengerukan dan kelanjutan embung, tidak ada dana untuk membayar alat berat. Justru warga sebagian rela urunan demi bisa memaksimalkan pemanfaatan embung.

“Pak Lurah yang nomboki dulu asalkan embung yang mangkrak itu bisa cepat jadi, bisa nampung air dan tanah kerukannya bisa manfaat untuk warga maupun buat jalan. Makanya kami tidak terima,” tandasnya.

Sebelumnya, Polres Sragen menetapkan Kades Sepat, Kecamatan Masaran, sebagai tersangka kasus dugaan penyimpangan pengelolaan tanah galian C kerukan embung di desa setempat.

MUL ditetapkan sebagai tersangka atas temuan dari Dinas ESDM Provinsi Jateng perihal penjualan material galian pada embung. Tanah embung yang dilarang dikomersilkan diduga dijual.

Baca Juga :  Geger, Petani di Desa Baleharjo Sragen Tewas Kesetrum Listrik di Area Persawahan Dengan Kondisi Mengenaskan

Kasat Reskrim Polres Sragen, AKP Guruh Bagus Eddy Suryana mengatakan MUL ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan rekomendasi temuan dari ESDM.

Yang bersangkutan sudah diperiksa di Polres dengan barang bukti uang yang diduga setoran atau uang hasil penjualan material tanah urug dari proyek normalisasi embung.

“Iya benar sudah kami tetapkan tersangka. Dasarnya temuan dari ESDM Provinsi lapor ke kita dan kita tindaklanjuti. Setelah memenuhi unsur baru kita tetapkan tersangka. Kasusnya dari tambang ilegal proyek normalisasi embung di desa itu,” papar Kasat kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Jumat (23/10/2020).

Terpisah, saat dikonfirmasi JOGLOSEMARNEWS.COM , MUL menegaskan bahwa embung yang dikeruk atau dinormalisasi adalah embung desa.

Menurutnya tanah hasil pengerukan, sebagian untuk urug jalan dan sebagian memang dijual. Penjualan ke warga pun sebenarnya juga atas aspirasi dan permintaan warga.

Ia membantah uang penjualan masuk ke pribadinya. Akan tetapi uang penjualan semua dicatat dan digunakan untuk operasional normalisasi.

“Jadi nggak ada upeti ke pribadi saya. Uang itu juga digunakan untuk operasional. Semua ada catatannya. Tanah kerukan itu sebenarnya untuk urug jalan dan sebagian dijual juga atas permintaan warga,” tegasnya. Wardoyo

 

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com