Beranda Nasional Jogja Tubuh Merapi Kian Menggembung, Ini Yang Harus Dilakukan Masyarakat

Tubuh Merapi Kian Menggembung, Ini Yang Harus Dilakukan Masyarakat

Foto puncak barat Gunung Merapi dari PGM Babadan, Dusun Babadan, Desa Krinjing, Kabupaten Magelang, Jateng, Kamis (29/10/2020) / tribunnews
Foto puncak barat Gunung Merapi dari PGM Babadan, Dusun Babadan, Desa Krinjing, Kabupaten Magelang, Jateng, Kamis (29/10/2020) / tribunnews

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM
Intensitas kegempaan Gunung Merapi
pada minggu ini kembali lebih tinggi dibandingkan minggu lalu.

Menurut catatan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, dalam minggu ini kegempaan Gunung Merapi tercatat 193 kali gempa Vulkanik Dangkal (VTB), 1.663 kali gempa Fase Banyak (MP), 9 kali gempa Low Frekuensi (LF), 391 kali gempa Guguran (RF), 330 kali gempa Hembusan (DG), dan 9 kali gempa Tektonik (TT).

Catatan tersebut, menurut Kepala BPPTKG, Hanik Humaida, terekam dari tanggal 30 Oktober hingga 5 November 2020.

Sementara, deformasi atau penggembungan tubuh Gunung Merapi pun mengalami peningkatan dari minggu sebelumnya.

“Deformasi Gunung Merapi yang dipantau dengan menggunakan EDM (electronic distance measurement) pada minggu ini menunjukkan adanya laju pemendekan jarak sebesar 9 cm/hari,” ungkap Hanik, Jumat (6/11/2020).

Pada minggu ini, lanjutnya, terjadi hujan di Pos Pengamatan Gunung Merapi dengan intensitas curah hujan tertinggi sebesar 74 mm/jam selama 80 menit di Pos Babadan pada 31 Oktober 2020.

“Tidak dilaporkan terjadi lahar maupun penambahan aliran di sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi,” imbuh Hanik.

Dari aspek visual, cuaca di sekitar Gunung Merapi umumnya cerah pada pagi dan malam hari, sedangkan siang hingga sore hari berkabut.

Asap berwarna putih, ketebalan tipis hingga tebal dengan tekanan lemah.

Tinggi asap maksimum 600 m teramati dari Pos Pengamatan Gunung Merapi Selo pada 31 Oktober 2020 pukul 05.35 WIB.

Terdengar pula beberapa kali Guguran dengan jarak luncur yang tidak teramati karena visual dominan berkabut.

Hanik menjelaskan, analisis morfologi area kawah berdasarkan foto dari sektor tenggara pada 3 November terhadap 30 Oktober 2020 tidak menunjukkan adanya perubahan morfologi kubah.

Perhitungan volume kubah lava berdasarkan pengukuran menggunakan foto udara dengan drone pada 3 November 2020 sebesar 200.000 m3.

Baca Juga :  Kasus Kekerasan Seksual di Sleman, dari Korban Kini Menjadi Pelaku. Sudah 8 Korban Dicabuli

“Berdasarkan analisis foto drone tersebut, tidak teramati adanya material magma baru,” tambah Hanik.

Sejak Kamis (5/11/2020) pukul 12.00 WIB, BPPTKG telah menaikkan status Gunung Merapi dari waspada (level II) menjadi siaga (level III).

Potensi bahaya saat ini berupa guguran lava, lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dan awan panas sejauh maksimal 5 km.

Dari hasil pengamatan visual dan instrumental di atas dan dengan tingkat aktivitas siaga Gunung Merapi, Hanik merekomendasikan beberapa hal kepada para pemangku kepentingan dalam penanggulangan bencana Gunung Merapi.

Ia menuturkan, untuk Pemerintah Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten agar mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan upaya mitigasi bencana akibat letusan Gunung Merapi yang bisa terjadi setiap saat.

“Penambangan di alur sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi dalam KRB (kawasan rawan bencana) III direkomendasikan untuk dihentikan. Pelaku wisata agar tidak melakukan kegiatan wisata di KRB III Gunung Merapi termasuk kegiatan pendakian ke puncak Gunung Merapi,” tambahnya.

Selain itu, masyarakat diimbau agar mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di seputar Gunung Merapi.

“Jika terjadi perubahan aktivitas Gunung Merapi yang signifikan maka status aktivitas Gunung Merapi akan segera ditinjau kembali,” tandasnya.

Warga Mengungsi

Lebih kurang lebih ada 607 orang pengungsi dari tiga desa yang masuk daerah rawan bahaya Gunung Merapi di Kabupaten Magelang yang telah mengungsi, Jumat (6/11/2020).

Ketiga desa ini adalah Desa Paten, Krinjing dan Ngargomulyo, Kecamatan Dukun. Mereka telah menempati desa penyangga masing-masing.

Desa Paten terdiri dari Dusun Babadan I dan Babadan II. Warga di Dusun Babadan I mengungsi di Tempat Evakuasi Akhir (TEA) Banyurojo, Kecamatan Mertoyudan. Warga di Dusun Babadan II mengungsi di TEA Mertoyudan di Kecamatan Mertoyudan.

Baca Juga :  Sering Tergenang Air di Musim Penghujan, Underpass Kulur di Kulonprogo Ditutup

Desa Krinjing terdiri dari Dusun Trono, Pugeran dan Trayem. Mereka mengungsi ke Balai Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan. Terakhir, Desa Ngargomulyo terdiri dari Dusun Batur Ngisor, Gemer, Ngandong dan Karanganyar. Mereka mengungsi di Desa Tamanagung, Muntilan.

Berdasarkan data dari BPBD Kabupaten Magelang pukul 16.00 WIB, jumlah pengungsi mencapai 607 orang. Pengungsi dari Desa Paten sebanyak 356 orang (Babadan I 223 orang dan Babadan II 133 orang). Pengungsi dari Desa Krinjing sebanyak 124 orang (Trono 25, Pugeran 47, dan Trayem 53).

Pengungsi dari Desa Ngargomulyo sebanyak 127 orang (Dusun Batur Ngisor 18, Gemer 50, Ngandong 31, Karanganyar 28). Warga di Dusun Batur Ngisor mengungsi di Gedung NU Ketaron. Gemer di Gedung Futsal, Tejowarno. Ngandong di Gedung PPP Prumpung. Karanganyar di PAY Muhammadiyah.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang, Edy Susanto, mengatakan, hari ini warga dari ketiga desa akan mengungsi pada Jumat (6/11) ini.

“Evakuasi sesuai konsep Desa Bersaudara, mengungsi secara mandiri. Mereka mengungsi bukan diungsikan. Konsep manajemen pengungsian berbasis masyarakat,” katanya.

www.tribunnews.com