JOGLOSEMARNEWS.COM Nasional Jogja

Pandemi Covid-19 Belum Juga Usai, PPKM Diperpanjang, PKL di Kawasan Malioboro Menyerah, Kibarkan Bendera Putih

ilustrasi bendera putih / pixabay
   

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung 1,5 tahun nyata-nyata telah memberikan dampak ekonomi yang parah di kalangan pedagang kecil, termasuk di kawasan Malioboro.

Bahkan, pandemi Covid-19 dirasakan telah menjadi pukulan KO bagi pedagang. Nasib nahas para pedagang itu disimbolkan melalui ratusan bendera putih yang mereka dirikan di sepanjangn Jalan Malioboro, Yogyakarta, Jumat (30/7/2021).

Pemasangan bendera putih tersebut merupakan aksi simbolik yang dilakukan oleh para pedagang kaki lima (PKL) di Malioboro untuk merespons situasi yang mereka hadapi saat ini.

Bendera putih menandakan bahwa mereka sudah menyerah dengan kondisi perekonomian yang kian hari semakin memburuk.

Selain itu, simbol itu juga menandakan perasaan berkabung.

“Bendera putih dipahami oleh masyarakat kita sebagai tanda berkabung. Hal itu yang hari hari ini mulai merayapi komunitas dan pelaku usaha di Malioboro,” jelas Ketua Paguyuban Pedagang Lesehan Malioboro (PPLM), Desio Hartonowati, saat ditemui di Kawasan Malioboro, Jumat (30/7/2021).

“Penghasilan macet total, kehidupan, keluarga kritis, hutang menumpuk, bantuan terasa jauh bahkan penerapan PPKM Darurat seolah jadi pukulan telak PKL,” tambahnya.

Mereka pun mengharapkan adanya terobosan kebijakan luar biasa dari Pemerintah Daerah (Pemda) DIY di tengah situasi krisis seperti saat ini.

Desio menjelaskan, Pemda DIY memang telah menyediakan skema relaksasi bagi para PKL. Yakni dengan menyiapkan bantuan modal bergulir yang disalurkan melalui koperasi.

Namun belum seluruh pelaku usaha di kawasan itu mendapat jatah bantuan. Sebab, tidak seluruh pelaku usaha tergabung dalam koperasi.

Baca Juga :  Intensitas Guguran Lava Gunung Merapi Tinggi, Warga Diimbau Tak Beraktivitas di Daerah Potensi Bahaya

“Sementara relaksasi dana bantuan yang diturunkan PKL yang telah diturunkan dari 26 Juli sampai 29 Juli tidak terlalu memberi dampak positif, maka wajar kami dan Malioboro berkabung,” paparnya.

Menurutnya, sejauh ini telah ada dua koperasi yang akan mendapat bantuan dari pemerintah. edangkan sembilan paguyuban lain tidak bisa diakomodir karena tidak berbadan hukum koperasi.

“Kami berharap dan meminta kepada gubernur untuk mencari terobosan agar paguyuban yang tidak berbadan hukum koperasi bisa mengakses bantuan modal bergulir tanpa bunga,” jelasnya.

Lebih jauh, pihaknya juga kecewa karena pemerintah tak kunjung meberi toleransi waktu berjualan khusus bagi PKL lesehan di Malioboro.

Saat ini pemerintah tetap mewajibkan pelaku usaha untuk tak berjualan di atas pukul 20.00 WIB. Padahal PKL lesehan biasanya baru berjualan sekitar pukul 18.30 WIB.

Karena tak ada kelonggaran, para PKL pun memutuskan untuk tak berjualan meski pemerintah telah memberi izin untuk berdagang.

“Lesehan ini jadi kelompok yang paling menderita karena sejak kebijakan pembatasan tahun 2020 sampai PPKM 2021 tidak pernah terakomodir terkait kebijakan kelonggaran toleransi,” paparnya.

“Kami berharap supaya setelah tanggal 2 Agustus kami diberi kelonggaran berjualan sampai jam 23.00. Kita tetap tidak bisa jualan dengan rentan waktu 1,5 jam, sama saja kita tutup,” lanjutnya.

 

Belum Semua Pedagang Beroperasi

Meski sudah diizinkan beroperasi selama perpanjangan PPKM Level 4, belum semua pedagang, atau pemilik toko di kawasan Malioboro yang mulai beroperasi. Tapi, setidaknya aktivitas ekonomi kembali bergeliat.

Baca Juga :  Leptospirosis Tewaskan 1 Warga di Sleman, 8 Lainnya Terpapar

Kepala UPT Cagar Budaya, Ekwanto, menandaskan situasi Malioboro yang belum ramai pengunjung, membuat para pedagang urung membuka lapaknya.

Praktis, sejauh ini, hanya sekitar 30-40 persen saja yang mulai berjualan.

“Memang PKL dan toko sudah ada yang buka. Tapi belum semuanya. Kondisi pengunjung Malioboro kan masih sepi, belum kembali ramai, ya,” ucapnya, Jumat (30/7/2021).

Menurutnya, mayoritas yang beroperasi adalah pedagang kaki lima yang menjajakan aneka baju, maupun souvenir.

Sedangkan PKL lesehan yang menjajakan kuliner masih cenderung minim, dan sedikit yang membuka lapak.

“Ada beberapa kuliner dan lesehan yang buka. Tapi belum banyak, karena sekarang kan ada aturan makan di tempat masksimal tiga orang dan 20 menit. Lalu, yang buka sore tetap jam 20.00 sudah harus tutup,” tutur Ekwanto.

“Makanya, sekarang Jogoboro dan Satpol PP masih cukup mudah mengawasinya, karena PKL kuliner yang kembali berjualan sedikit, jadi terpantau semua,” imbuhnya.

Ia tidak menampik, meski penyekatan jalan mulai sedikit dikendurkan, warga masyarakat tampaknya masih belum berminat mengunjungi Malioboro.

Sebab, aksesnya pun belum sepunuhnya dinormalkan seperti sedia kala.

“Mungkin karena kondisinya masih ada penyekatan jalur. Selama PPKM Level 4 lalu lintas Malioboro sudah dibuka, tetapi hanya sepertiga dari lebar jalan,” tandasnya.

www.tribunnews.com

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com