JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Siap-Siap, Bansos BPNT Bakal Dicairkan Tunai. Bakal Ada yang Kelabakan?

Menteri Sosial, Tri Rismaharini saat kunjungan kerja di Sragen, Jumat (20/8/2021). Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penyaluran bantuan pangan non tunai (BPNT) diwacanakan akan dialihkan dari bentuk sembako melalui E-Warung ke uang tunai.

Banyaknya masalah dan indikasi penyimpangan dari pengadaan maupun penyaluran sembako, membuat wacana pencairan tunai BPNT pun makin menguat.

Bahkan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini sudah melempar isyarat akan menggandeng BPKP, OJK dan Bank Indonesia.

“Kita sudah punya rencana. Sudah saya minta, cuma kendala-kendala aturan. Kita audah libatkan BI dan OJK juga,” paparnya saat kunjungan kerja di Sragen, Jumat (20/8/2021).

Anggota Komisi VIII DPR RI, Paryono mendukung penuh wacana mengubah skema pemberian bantuan sosial (bansos) bantuan pangan non-tunai (BPNT) dari bentuk sembako menjadi bantuan uang tunai.

Perubahan itu dinilai perlu demi memaksimalkan kemanfaatan untuk masyarakat serta mencegah potensi penyimpangan dalam penyaluran di lapangan.

Menurut anggota Komisi VIII dari Fraksi PDIP itu mengatakan bantuan berupa uang tunai saat ini lebih dibutuhkan masyarakat dibandingkan sembako.

Dalam situasi saat ini, uang tunai akan lebih fleksibel karena dapat dibelanjakan masyarakat sesuai kebutuhan masing-masing.

“Kebutuhan masyarakat tidak hanya sembako. Apalagi saat pandemi seperti ini, kadang warga butuh untuk beli obat, vitamin atau lainnya. PKH kan juga diberikan tunai,” paparnya kepada wartawan Jumat (20/8/2021).

Legislator Dapil Jateng IV (Wonogiri, Sragen, Karanganyar) itu menuturkan realitanya, sistem penyaluran BPNT dengan paket sembako di E-Warung membuat warga penerima atau KPM tidak bisa berupaya apa-apa.

Mereka cenderung menerima dan tidak memprotes sekalipun bantuan sembako yang diterima kurang sesuai kualitas dan volume maupun harganya. Hal itu karena KPM takut ancaman dicoret jika melakukan protes.

Baca Juga :  Media Sragen Terkini (MST HONGKONG), Grup Pertama yang Terdaftar di Kemenkumham dan Memiliki Anggota Terbanyak di Kota Sragen

“Sebaiknya BPNT dicairkan tunai saja. Sehingga mau dibelanjakan apa kan bebas sesuai kebutuhan warga. Diharuskan belanja beras dan telor, ketika flu kan pingin beli Procold, beli vitamin. Maka saya lebih setuju diganti tunai. Biar masyarakat leluasa menggunakannya,” urainya.

Dengan disalurkan tunai, menurutnya hal itu juga akan lebih memudahkan dari aspek pengawasan.

Berbeda jika disalurkan dalam bentuk barang seperti saat ini, menurutnya lebih rawan celah penyimpangan baik dari sisi kualitas maupun volumenya.

Terutama komoditas ketiga yang bisa berubah-ubah tanpa ada parameter jelas.

Kemudian nominal harga paket sembako yang diterima juga diyakini tidak mungkin pas Rp 200.000 karena harga satuan atau kiloan sembako tidak akan mungkin bulat.

“Masak uang Rp 200.000 pas dan habis terus. Mesti kan ada gencelannya tapi kenapa kok pasti digesek habis. Tadi Bu Menteri (Mensos) kan juga bilang begitu. Nggak mungkin Rp 200.000 itu pas, mesti ada gencelannya. Nah, pertanyannya gencelannya itu kemana. Makanya biar lebih mudah dan nggak ada suudzon, baiknya tunai saja,” terangnya.

Paryono menilai bantuan sosial berupa sembako juga rentan terjadinya penyelewengan pengadaan. Penyaluran sembako hanya akan menjadi ajang pemodal besar untuk mendapatkan keuntungan di tengah krisis pandemi.

“Penyaluran sembako tentunya akan melewati proses pengadaan lewat tender yang pasti akan dimenangkan oleh para kontraktor besar,” urainya.

Lebih lanjut, Paryono menambahkan perubahan penyaluran tunai itu juga selaras dengan wacana Mensos yang membaca adanya potensi penyimpangan BPNT.

Baca Juga :  Harga Gas LPG 3 Kg di Sragen Naik Ugal Ugalan Per Tabung Tembus Rp 30000 Warga: Sudah Terjadi 1 Minggu Sebelum Lebaran Idul Fitri

Meski demikian, untuk merubah sistem ke tunai itu memang harus berkoordinasi dengan Menko karena harus mengubah Peraturan Presiden (Perpres).

“Tadi Bu Menteri kan juga sudah ada arah ke situ. Bahkan akan menggandeng BPKP. Kalau kita hanya memberikan pengawasan saja. Tapi masyarakat lebih senang jika diberikan tunai karena bisa sesuai kebutuhan,” tandasnya.

Pembagian bantuan uang tunai, diharapkan juga akan berpengaruh pada perekonomian di daerah karena masyarakat memiliki daya beli.

Penampakan sembako kentang yang diterima warga Desa Wonotolo, Gondang, Sragen dari program BPNT yang ukurannya sangat kecil dan dinilai tidak layak. Foto/Wardoyo
Penampakan sembako kentang yang diterima warga Desa Wonotolo, Gondang, Sragen dari program BPNT yang ukurannya sangat kecil dan dinilai tidak layak. Foto/Wardoyo

Kantong Korupsi

Legislator asal Karanganyar itu kemudian mencoba menggambarkan rincian harga paket sembako yang diterima KPM.

Beras 15 kilogram dengan kualitas premium, harganya pun tidak mungkin akan pas perkilo misalnya Rp 8.700 atau Rp 8 800. Kemudian kualitas berasnya pun juga bisa jadi beras medium namun dilakukan premium.

Lantas harga telur, jika dihitung satuan atau kiloan, juga tidak mungkin angkanya akan bulat. Yang paling rawan, menurutnya adalah komoditas ketiga yang bisa digonta-ganti dan itu sangat rentan terjadi penyimpangan.

“Harusnya Rp 20.000 hanya dikasih kubis, sawi, wortel. Karena komoditas ketiga ini ada keleluasaan Buk. Ini kantong-kantong korupsi ini,” ujarnya tegas.

Paryono bahkan blak-blakan, bisa jadi ada paket sembako BPNT yang dibagikan jika dinilai total kemungkinan hanya Rp 140.000 atau Rp 150.000.

Kondisi KPM penerima yang dalam posisi tak berdaya dan cenderung diam, membuat celah penyimpangan itu makin leluasa.

“Hanya Rp 140.000 mungkin nilai sembako yang diberikan. Karena KPM nggak mungkin berani protes kalau protes diancam dicorek (dicoret),” imbuhnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com