JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

HUT GKJ Tamanasri Sragen ke 39 Menggelar Talk Show Bersama, Berikut Harapannya

   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Dalam rangka HUT GKJ Tamanasri Sragen yang ke 39 tahun, pendeta dan panitia acara mengelar acara kegiatan talk show sebagai momentum penting dalam merefleksi kembali tugas panggilan gereja

di tengah masyarakat majemuk.

Gereja tidak hanya berada dalam ruang dogmatis terkungkung dalam aktifitas ritualistik. Akan tetapi, gereja sebagai manifestasi trinitaris berperan penting dalam mewujudkan perdamaian dan merajut harmoni lintas iman.

Selain mengelar talk show, panitia acara juga mengelar pelatihan kewirausahaan lintas iman, serta deklarasi Gusdurian.

Dalam momen HUT ini juga turut menghadirkan tamu undangan yang fenomenal sebagai narasumber yakni Gus Aan Anshori, dari kordinator dan aktifits Jiad jaringan Islam anti diskriminasi Jombang.

Dan juga hadir Pdt. Izak YM Lattu dari dekan fakultas teologi Universitas Kristen satya wacana.

Serta hadir juga Pdt. Saryoto, S.Ag sebagai pendeta GKJ Magelang praktisi enterpreneur, bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati sebagai Keynote speaker, dan sebagai moderator Pdt. Gunawan Anggonosamekto.

Pada JOGLOSEMARNEWS.COM , Gunawan Anggonosamekto selaku pendeta GKJ tamanasri dan sekaligus panitia acara mengatakan bahwa kebersaam dan saling menghormati perbedaan bentuk kerukunan Indonesia.

“Ini sebenarnya lahir dari perkumpulan kita, sekarang kan marak sekali fenomena fenomena toreransi, radikalisme dan sebagainya lalu yang kedua memberikan satu pesan dalam rangka ulang tahun GKJ taman asri yang ke 39, kami memiliki harapan yang besar supaya nilai nilai toleransi itu harus terus diteruskan, saya kira nilai nilai Gusdurian ini yang akan selalu menjadi Icon kita bersama dan menjadi spirit kita, agar terus bergandengan bersama dan agar keberagaman itu untuk bisa terus dihidupi sebagai modal bangsa Indonesia,” kata Gunawan, Senin (13/3/2023).

Menurut Gunawan, acara dibuat santai dengan narasumber dan tamu undangan yang hadir.

“Tadi acaranya kita kemas dalam bentuk Tolks show kota menghadirkan teman teman dari lintas iman dan dari Gusdurian, FKUB, dari rekan rekan akademisi dan bahkan jemaat juga hadir, teman teman muslimat NU, mendukung juga dari Fatayat memberikan suatu kontribusi bersama mengemas dan merumuskan dalam arti sebuah toleransi dan harmoni bersama.

Baca Juga :  Jelang Masa Jabatan Berakhir, Bupati Sragen Gelar Halal Bi Halal dan Mohon Maaf di Sumberlawang dan Miri

Dialog tadi terutama trinitas, dalam dokrin kristen selalu memiliki kontradiksi dengan teman teman muslim, bagaimana memahami dalam islam dan Kristen, tadi mencoba mencari titik temu itu, apakah memungkinkan secara sesologis, trinitas itu bukan soal perdebatan tapi memahami agama itu,” jelasnya.

Dengan terbentuknya acara kali ini, panitia acara dan narasumber yang hadir sangat berharap mampu kembali menegakkan persatuan anak bangsa.

“Ini harapannya tentu pertama kita akan menegakkan Pancasila sebagai simbol bahwa modal bondasi bangsa ini dan kedua menghadirkan keberagaman kita, ini sangat penting untuk Indonesia ini,” ujarnya.

Sementara itu, dalam rilisnya Gereja Tamanasri Sragen menyampaikan bahwa gereja bukanlah gedungnya dan bukan pula menaranya. Bukalah pintunya, lihat didalamnya.

Gereja adalah orangnya. Berbagai macam manusia terdiri dari beragam bangsa, budaya, bahasa, dan warna kulitnya. Kerap pemahaman gereja yang demikian tidak asing di telinga kita.

Gereja tidak hanya secara anorganik yang berarti tempat atau gedungnya, namun dinamika dan pergulatan individu dan komunitasnya dalam interaksinya bersama masyarakat.

Pengertian gereja sebagai komunitas organik menunjuk pada manifestasi ketritunggalan
Allah sebagai Allah Sang Pencipta, Sang Putra dan Roh Kudus yang mengakar dalam dasar
kehidupan iman jemaat.

Ketritunggalan Allah berarti keberadaanNya sebagai Sang Pencipta, Putra, dan Roh Kudus menuntun peran umat ditengah perjumpaannya bersama komunitas lain yang memiliki latarbelakang beragam.

Bagaimana upaya gereja dalam memelihara kehidupan bersama sebagai entitas sesama manusia ciptaanNya, gereja dalam menghidupi karya penyelamatanNya, dan gereja yang terus dituntun rohNya dalam memelihara harmoni kehidupan kolektif.

Dengan demikian, gereja tidak hanya hadir bagi dirinya sendiri, melainkan bersama dalam lintas iman mewujudkan jati dirinya yang lebih hospitalis, humanis dan berkeadilan mewujudkan perdamaian bersama.

Persoalannya, mewujudkan gereja yang trinitaris dan humanis sendiri tidaklah mudah.

Disamping pemahaman trinitas bagi jemaat yang masih relatif terbatas, terlebih trinitas dalam kehidupan masyarakat yang beragam tidak mudah untuk diterima.

Problem trinitas adalah permasalahan satu keberadaan Ilahi yang satu, tetapi dalam diri-Nya terdapat tiga Pribadi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Masing-masing Pribadi saling memenuhi secara sempurna, sehingga jika kita hanya mengacu kepada satu Pribadi maka satu pribadi tersebut adalah Allah sepenuhnya.

Baca Juga :  Pra Popda Karisidenan Surakarta Digelar di Sragen, Sembilan Cabang Olahraga Dipertandingkan

Sehingga ketika membicarakan Trinitas, tidak bisa menggunakan perhitungan matematis seperti jika manusia menghitung di dalam wilayah ciptaan.

Kegagalan untuk melihat aspek praktis dari doktrin ini disebabkan paling tidak oleh beberapa faktor. Pertama, kerancuan dalam memahami doktrin ini. Kedua, ketidakmampuan dalam mengapresiasi misteri ilahi dalam doktrin ini.

Ketiga, keengganan untuk membawa doktrin Trinitas pada tingkat populer.

Ada satu anggapan, dokrin Trinitas merupakan topik yang sulit dijelaskan secara empirik dan kerap dihindari. Tidak hanya itu, seakan doktrin trinitas hanya tepat berada dilingkungan akademis.

Tidaklah heran, sebagian orang Kristen hanya dapat menegaskan rumusan dari doktrin
ini, tanpa memiliki pemahaman yang baik dan benar.

Tidak hanya itu saja, secara luas diskursus
mengenai dogma trinitas ini juga telah masuk dalam perdebatan komunitas lintas iman yang
tidak berujung. Bagai mencari jarum dalam jerami, sulit menemukan titik temu ditengah keberagaman agama-agama.

Hal ini menjadi semakin jauh dan terjal bagi gereja dalam mewujudkan perdamaian dan toleransi bersama lintas iman. Muncul semacam kohesi dalam mewujudkan upaya dialog lintas iman terkait doktrin trinitas tersebut.

Oleh karena itu, mewujudkan gereja yang memiliki roh trinitaris dan penuh persahabatan bersama lintas iman penting untuk terus dilakukan, tidak hanya secara dogmatis melainkan mungkinkah terdapat landscape baru menghadirkan gereja dalam perspektif sosioteologis.

Pada akhirnya, penghargaan dalam melihat perbedaan tersebut menjadi nilai harmoni yang terus dikembangkan bukan hanya oleh gereja, namun kehidupan lintas iman. Saling menerima inilah yang menjadi modal sosial dalam menepis disharmoni dan praktik-praktik radikalisme atas nama agama.

Dalam rangkaian HUT GKJ Tamanasri Sragen yang ke 39 tahun, kegiatan talk show ini diadakan tentu sebagai momentum penting dalam merefleksi kembali tugas panggilan gerejaNya ditengah masyarakat majemuk.

Gereja tidak hanya berada dalam ruang dogmatis terkungkung dalam aktifitas ritualistik. Akan tetapi, gereja sebagai manifestasi trinitaris berperan penting dalam mewujudkan perdamaian dan merajut harmoni lintas iman.

Huri Yanto

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com