JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Nasional

Banjir Amicus Curiae ke MK, Pakar: Bukan Bentuk Intervensi

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (tengah) menunjukkan tulisan tangan Megawati dalam surat Amicus Curiae yang disampaikan oleh Megawati Soekarnoputri di Gedung II Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (16/4/2024) | tempo.co
   

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengatakan, amicus curiae bukanlah bentuk intervensi terhadap lembaga peradilan.

Melainkan, amicus curiae merupakan upaya untuk memberikan hakim pemikiran alternatif saat mempertimbangkan hal-hal dalam memutus perkara.

Pernyataan tersebut dilontarkan untuk menanggapi Wakil Ketua Tim Hukum pasangan Prabowo-Gibran, Fahri Bachmid yang menilai banjirnya permohonan amicus curiae ke Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan bentuk intervensi terhadap lembaga peradilan.

“Maka keliru jika ini dinilai mengintervensi,” kata Herdiansyah saat dihubungi, Kamis (18/4/2024).

Pernyataan Fahri Bachmid ihwal amicus curiae adalah upaya mengintervensi, kata Herdiansyah, justru akan membuat lembaga peradilan kehilangan independensinya.

Pasalnya, dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2000 tentang Kekuasaan Kehakiman, permohonan amicus curiae telah diatur pada ketentuan di Pasal 5 Undang-Undang tersebut.

Sehingga, Herdiansyah melanjutkan, amicus curiae diperlukan dan mesti ditampung dan dipertimbangkan oleh hakim karena merupakan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat.

Baca Juga :  Lagi-lagi Kasus Polisi Bunuh Diri, Brigadir Ridhal Ali Tomi Sempat Curhat ke Istri Sebelum Tewas

“Jadi hal-hal yang tidak masuk dalam dinamika persidangan bisa ditutupi dengan memasukan amicus curiae,” ujar dia.

Sebelumnya, Fahri Bachmid mengatakan, amicus curiae yang dimohonkan pada saat Majelis melakukan rapat permusyawaratan hakim atau RPH adalah bentuk lain dari sikap intervensi kepada lembaga peradilan yang dibingkai dalam format hukum.

Pengajar di Universitas Muslim Indonesia itu berharap agar masyarakat dapat memberi keluasan bagi hakim konstitusi untuk memutus perkara sengketa pilpres secara objektif, tanpa “latah” mengikuti fenomena permohonan amicus curiae.

“Kami harapkan MK sejauh mungkin menghindarkan diri dari fenomena kontemporer amicus curiae ini,” katanya.

Castro kembali tidak sependapat dengan pernyataan Fahri. Dia mengatakan, amicus curiae dapat dimohonkan kapan saja, baik pada masa persidangan berlangsung maupun saat fase krusial seperti RPH ini.

Baca Juga :  Sering Ditanya Peluang Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Ini Jawaban Telak Anies Baswedan

“Lagipula hakim yang memutuskan. Toh, keterangan ahli saja belum tentu diterima sebagai pertimbangan. Tidak usah khawatir soal amicus curiae. Ini bukan intervensi,” ujar Herdiansyah.

Demikian pula, pakar Kepemiluan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona menyatakan, amicus curiae bukanlah bentuk intervensi terhadap lembaga peradilan.

Amicus curiae diperlukan sebagai pemberi perspektif alternatif bagi hakim dalam memutus perkara.

“Ini partisipasi publik, tidak bisa dikatakan sebagai intervensi,” kata Yance.

Kepada hakim konstitusi, Yance berharap agar amicus curiae yang dimohonkan pelbagai pihak dapat dibahas dan dijadikan sejumlah pertimbangan putusan.

“Agar ke depan hal ini memberikan dampak positif terhadap praktik peradilan,” ujar Yance.

Amicus curiae atau sahabat pengadilan merupakan masukan dari individu ataupun organisasi yang bukan bertindak sebagai pihak dalam perkara, namun menaruh perhatian atau lebih berkepentingan terhadap suatu kasus.  

www.tempo.co

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com