JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Nasional

BEM Unnes Juluki Wapres Ma’ruf Amin sebagai The King of Silent. Terlalu Banyak Absen dan Hanya Diam

Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Foto: Asdep Komunikasi dan Informasi Publik (KIP) Setwapres
   

 

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM —Setelah kritikan ditujukan kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi, kini kritikan senada juga dialamatkan kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin.

Kali ini kritikan untuk Wapres datang dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (BEM KM Unnes) yang menyematkan gelar The King of Silent kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin.

“Nihil dan absennya Wakil Presiden Ma’ruf  serta hanya menanggapi pada hal-hal yang bukan merupakan bagian dari domain tupoksi Wakil Presiden, maka BEM KM Unnes memberikan gelar kepada Wakil Presiden sebagai The King Of Silent,” kata Presiden Mahasiswa BEM KM Unnes Wahyu Suryono Pratama dalam keterangannya, Rabu, 7 Juli 2021.

Wahyu berpendapat, Ma’ruf harusnya mengisi kekosongan peran yang tidak mampu dilakukan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Menurut Wahyu, Ma’ruf terlalu banyak absen dan diam. Anehnya, kata Wahyu, ketika muncul ke publik, Ma’ruf terkesan sebagai legitimator kebijakan pemerintah dengan argumentasi dan klaim yang bias agama dan identitas.

“Hal ini tampak pada statement politiknya tentang halalnya BPJS dan hukum fardlu kifayyah melaksanakan vaksinasi Covid-19,” ujarnya.

Meski latar belakang Ma’ruf sebagai tokoh agama dan mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, Wahyu melihat pernyataan mantan Ketua Umum MUI itu sebagai Wakil Presiden sepatutnya tidak tendensius pada identitas agama tertentu secara formal.

Baca Juga :  Muncul Rumor Perpecahan di Internal PDIP, Ini Bantahan Hasto

Ma’ruf Amin, kata dia, seyogianya menempatkan diri sebagai seorang yang merepresentasikan seluruh kalangan agama.

Universitas Negeri Semarang atau Unnes merespons kritik yang dilayangkan badan eksekutif mahasiswa kampus tersebut kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani. Sebelumnya BEM KM Unnes menyebut Ma’ruf sebagai The King of Silent dan Puan Queen of Ghosting.

Kepala Unit Pelayanan Teknis Hubungan Masyarakat Unnes, Muhammad Burhanudin menyebut pernyataan dari BEM Unnes tersebut tak mewakili perguruan tinggi negeri di Sekaran itu. “Pernyataan yang disampaikan tersebut merupakan pernyataan internal BEM KM Unnes,” kata dia pada Rabu, 7 Juli 2021.

Burhan menyebut, Unnes menghargai kritik sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Namun, dia mengingatkan agar tetap memperhatikan etika dan nurani. “Unnes menyayangkan unggahan-unggahan di media yang bernuansa penghinaan dan ujaran kebencian bukan bernuansa akademik perguruan tinggi,” tuturnya.

Menurut dia, Unnes melalui wakil rektor bidang kemahasiswaan dan wakil dekan bidang kemahasiswaan akan melakukan pembinaan kepada BEM KM Unnes. Sehingga dapat menyampaikan kritik secara edukatif dan menghindari penghinaan.

Unnes juga mengajak masyarakat mendukung Pemerintah Indonesia. “Unnes mengajak masyarakat untuk mendukung kinerja Presiden RI Joko Widodo, Wakil Presiden Maruf Amin, dan Ketua DPR Puan Maharani,” sebut Burhan.

Baca Juga :  Jelang Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Megawati dan  Rizieq Shihab Sama-sama Ajukan Amicus Curiae

BEM KM Unnes menyampaikan kritik untuk Ma’ruf dan Puan melalui media sosial. BEM KM Unnes menilai selama ini Ma’ruf gagal mengisi kekosongan yang tak mampu dikerjakan Presiden Joko Widodo, khususnya di masa pandemi Covid-19. “Secara umum, masyarakat menilai Wakil Presiden Ma’ruf Amin terlihat absen dan diam,” sebut Presiden BEM KM Unnes Wahyu Suryono Pratama.

Menurut Wahyu, Peran Ma’ruf selama menjabat wakil presiden hampir selama tiga tahun tak terlihat. “BEM KM UNNES memberikan gelar kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin sebagai The King Of Silent,” kata dia.

Kritik juga mereka sampaikan untuk Puan. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut dianggap tak berparadigma kerakyatan dalam memimpin DPR RI. “DPR RI justru mengesahkan produk legislasi yang cenderung bertolak belakang dengan kepentingan rakyat,” ujarnya.

Selama kepemimpinan Puan Maharani, DPR RI mengesahkan 6 rancangan undang-undang atau RUU dari 37 rancangan yang masuk program legislasi nasional. Namun, 6 RUU tersebut justru dinilai problematis di kalangan masyarakat. Sementara RUU yang diharapkan cepat diundangkan seperti penghapusan kekerasan seksual tak kunjung disahkan.(ASA)

 

www.tempo.co

 

 

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com