JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Pupuk Dipangkas 50 %, 10.000 Petani Sragen Terancam Gulung Tikar dan Ogah Tanam Tebu. APTRI Sragen: Harga Gula Bisa Sampai Rp 30.000! 

Pengurus APTRI Sragen saat memberikan keterangan pers kepada wartawan. Foto/Wardoyo
   
Pengurus APTRI Sragen saat memberikan keterangan pers kepada wartawan. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Sragen menyampaikan pemangkasan jatah pupuk bersubsidi dari pemerintah yang dialokasikan untuk petani tebu Sragen tahun 2019 bakal berdampak buruk bagi petani dan pemerintah.

Ketua APTRI Sragen, Parwanto mengungkapkan di Sragen, ada sekitar 10.000 petani tebu yang menggantungkan pencaharian dari budidaya tebu. Dengan jatah pupuk dipangkas drastis, produksi dan pertumbuhan tebu diperkirakan akan merosot di 2019 ini.

Jika produksi sampai anjlok, maka dampak besarnya akan membuat petani tidak mau lagi menanam tebu. Parwanto menyebut jika hal itu sampai terjadi, maka program swasembada gula tak akan mungkin tercapai.

“Multiplier effectnya sangat luar biasa. Ada 10.000 petani, belum tenaganya, belum karyawan di PG Mojo dan lain-lain. Kalau sampai pupuk nggak dipenuhi, maka petani tebu akan merugi dan gulung tikar. Otomatis pabrik akan tutup semua,” paparnya usai audiensi di DPRD Selasa (5/3/2019).

Menurutnya, dampak panjangnya, petani tebu Sragen tak akan mau lagi menanam tebu. Sehingga harga gula dipastikan akan makin meroket.

“Sudah pasti nanti kalau enggak ada petani nanam tebu, ke depan harga gula bisa Rp 30.000. Karena pangsa pasar gula di Indonesia ini hebat. Ada 260 juta jiwa butuh gula semua,” terangnya.

Menurutnya penurunan alokasi pupuk untuk petani tebu di 2019 sangat drastis. Untuk jatah pupuk ZA yang tahun 2018, petani dijatah 700 kg atau 7 kuintal perhektare. Tapi untuk tahun ini, terjun drastis hanya dijatah 300 kg atau 3 kuintal saja perhektare.

Baca Juga :  Empat Orang Warga Sukodono Ditangkap Tim Macan Putih Polres Sragen Gara-Gara Asyik Judi Gonggong

Pun dengan jatah Phonska yang tahun lalu perhektare diplot 600 kg atau 6 kuintal, tahun ini juga dipangkas separuhnya hanya tinggal mendpaat 300 kg atau 3 kuintal perhektare.

“Untuk ZA turunnya 57 persen, untuk Phonska 50 persen. Ini kan sudah enggak adil,” urainya.

Ia mengatakan penurunan drastis itu amat merugikan petani. Sebab dampaknya otomatis akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tebu.

Padahal kebutuhan dosis yang sudah dihitung oleh tim ahli, minimal dosisnya 6 kuintal ZA dan 5 kuintal Phonska perhektare.

“Kalau hanya 3 kuintal 3 kuintal sampai di mana. Harapan kami, kalaupun toh dikurangi mestinya yang proporsional. Misalnua 6 persen atau 14 persen. Enggak terus langsung 50 persen begini,” timpal Giyanto, Wakil Ketua APTRI.

Parwanto menambahkan jumlah petani tebu yang akan terdampak di Sragen mencapai sekitar 10.000 petani. Itu belum termasuk tenaga buruh, pegawai di PG Mojo dan lain-lain yang selama ini menggantungkan pencaharian dari pertanian tebu.

Kepala Dinas Pertanian Sragen, Ekarini Mumpuni mengatakan penurunan alokasi terjadi karena jatah pupuk yang turun dari pemerintah memang menurun. Hampir semua jenis pupuk yang diusulkan di 2019, realisasinya jauh di bawah usulan di Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).

Terkait problem alokasi di petani tebu, pihaknya berjanji akan melakukan kajian ulang. Kajian diperlukan untuk mengambil langkah menyikapi persoalan penurunan alokasi pupuk untuk perkebunan tebu itu.

Baca Juga :  Sosok Mahasiswi Cantik di Sragen Ditemukan Tewas Mengapung di Sungai Mungkung: Sempat Dilaporkan Hilang, Keluarga Menolak Otopsi

“Nanti akan kami rapatkan dengan tim dan KP3. Hasil arahan dan rekomendasi dari pimpinan sidang tadi juga akan kita jadikan bahasan. Nanti hasilnya seperti apa, kita akan laporkan juga ke pimpinan,” tegasnya.

Wakil Ketua DPRD sekaligus pimpinan audiensi, Bambang Widjo Purwanto meminta agar KP3 dan dinas terkait segera melakukan kajian ulang terkait persoalan itu. Ia berharap kajian dilakukan sesegera mungkin mengingat saat ini pupuk sudah sangat dibutuhkan oleh petani tebu itu.

Ia juga meminta agar ada alokasi tambahan bagi petani tebu. Hal itu untuk menyelamatkan nasib petani tebu agar tak sampai terpuruk. Pihaknya juga menyayangkan kebijakan pemerintah yang seolah makin tak berpihak ke petani.

Sebab realitanya, hampir setiap tahun, jatah pupuk untuk petani maupun petani tebu, terus dipangkas dan semakin merosot. Pihaknya juga tak habis pikir dengan kebijakan pemerintah yang terus memangkas alokasi pupuk subdisi.

“Mestinya kalau pun harus diturunkan kan sedikit saja. Nggak seperti ini, masa diturunkan sampai 50 persen. Makanya kami melihat ini sudah tidak turun lagi tapi terjun bebas. Harapan kami segera ada kajian, dan ada alokasi tambahan bagi petani tebu. Karena pupuk itu ibarat makanan bagi tubuh. Kalau makanannya saja jauh dikurangi, pastilah pertumbuhannya akan makin sulit. Kalaupun bisa hidup, paling hanya hidup-hidupan,” tandasnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com