JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Konflik Segitiga Gegara Tanah Secuil 33 Sentimeter Bikin 4 Tahun Tak Rukun di Kedawung Sragen. Kecewa Sikap Suparmi, Kades Tegaskan Batas dan Gambar Sertifikatnya Sudah Pas!

Proses pengukuran ulang luas dan batas pekarangan milik 2 warga bersengketa di Wonokerso, Kedawung, Sragen oleh tim BPN, Senin (23/11/2020). Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus sengketa batas lahan pekarangan selebar 33 sentimeter yang melibatkan  dua orang warga bertetangga Suprapto (58) dan Suparmi (60) asal Dukuh Kawis Dulang RT 18, Desa Wonokerso, Kedawung, Sragen, membuat Kades setempat, Suparno, akhirnya angkat bicara.

Suparno menyayangkan sikap Suparmi yang ternyata tidak legawa atas hasil pengukuran dari BPN. Ia menilai hal itu justru malah menunjukkan tidak baik sebagai masyarakat.

Padahal, ia menyebut hasil ukur ulang yang dilakukan tim BPN, Senin (23/11/2020), baik pekarangan Suparmi, Suprapto maupun miliknya semua sudah sesuai ukuran dan tidak ada batas patok yang bergeser atau berubah.

“Lha yo to. Kemarin padahal sudah diukur BPN dan semua sesuai gambar. Batas patok juga nggak ada yang geser. Lha kok sekarang malah ngusik-ngusik milik saya. Kalau gitu kan berarti dia nggak mau mengakui dan nggak ingin baik,” ujar Suparno Minggu (29/11/2020).

Suparno yang tinggal bersebelagan di sebelah selatan rumah Suparmi, menyampaikan tidak pernah ada perjanjian bahwa Suparmi menjual tanah pekarangan ke dirinya 11 x 26 meter.

Akan tetapi yang dijual adalah sebidang dengan ukuran 11 x 27 dan ketika diukur BPN kemarin, ukurannya juga tak berubah.

“Kemarin tanah saya diukur dari BPN juga pas dan tidak ada batas yang geser. Tanah dia (Suparmi) juga pas sesuai yang diricik dan dokumen. Nggak berubah, nggak ada yang geseh lha kok ndadak ngusik-usik punya orang lho. Lha tanah saya ukuran dan gambar juga sudah sesuai. Nggak mempengaruhi tanahnya. Kecuali salah gambarnya atau ukurannya geser, itu baru fatal,” urai Suparno.

Baca Juga :  Media Sragen Terkini (MST HONGKONG), Grup Pertama yang Terdaftar di Kemenkumham dan Memiliki Anggota Terbanyak di Kota Sragen

Ia juga mengatakan soal luasan tanahnya yang dibeli dari Suparmi, memang angkanya ada kekeliruan.

Namun menurutnya hal itu tidak bermasalah lantaran ukuran tanah dan gambar serta batasnya semua sudah sesuai.

Sengketa tanah secuil yang membuat tiga tetangga bersebelahan jadi tak rukun hampir 4 tahun itu memang berakhir dengan pengukuran ulang oleh tim dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sragen, Senin (23/11/2020).

Namun, Suparmi rupanya belum sepenuhnya menerima karena batas pekarangannya dengan tetangga sebelahnya yang lain, Suparno, masih menyisakan ganjalan.

Kepada wartawan Selasa (24/11/2020), Suparmi menyampaikan sebenarnya persengkataan batas pekarangan itu melibatkan satu nama lagi, yakni Suparno.

Suparno yang sebelumnya menjadi Kadus, kini menjabat sebagai Kades Wonokerso.

“Yang bersengketa itu 3 orang, satu lagi dengan Pak Suparno. Dulu tahun 2000 dia (Suparno) membeli tanah saya  ukuran 11 x 26 meter di sertifikat dia ditulis 394 meter. Pada tahun 2000 anak saya sakit. Tanah seluas 11 x 26 meter milik saya, saya jual ke Pak Suparno yang sekarang menjadi lurah. Harusnya luasnya 296 meter tapi ternyata yang terlulis di sertifikat 394 meter,” kata Suparmi.

Sebagai gambaran, pekarangan dan rumah Suparmi diapit oleh Ketua RT Suprapto yang tinggal di sebelah kirinya. Sedangkan di sebelah kanannya adalah Pak Kades Suparno.

Suparmi menceritakan, gegeran batas tanahnya dengan Pak RT Suprapto sebenarnya hanya 33 sentimeter sepanjang pekarangan 26 sentimeter.

Ia mengklaim tak terima ketika tembok pagarnya dihancurkan oleh istri Pak RT, Mujiyanti beberapa bulan lalu. Ia merasa pagar temboknya itu dibangun di pekarangannya meski berhimpitan dengan tembok Pak RT.

Baca Juga :  Dua Kali Panen Padi Melimpah Dan Harga Jual Tinggi, Pemerintah Desa Bedoro Sragen Akan Menggelar Sholawat Bersama Habib Syech Bin Abdul Qadir Assegaf. Bentuk Rasa Syukur Pada Allah

“Tiba-tiba tembok dirusak karena tanahnya diklaim masuk milik istri Pak Suprapto. Selain tembok belakang juga buk bagian depan. Buk bagian depan itu yang membangun saya berdiri di atas kali dan menurut saya yang punya hak atas tanah itu bukan Pak RT tapi DPU,” katanya.

Suparmi menguraikan perkara pengrusakan tembok itu sudah ia adukan ke Polsek tapi tidak menemui titik terang.

Kemudian ia meminta bantuan LSM Formas untuk mendampingi sehingga akhirnya direspon BPN dengan pengukuran ulang.

Soal hasil pengukuran, Suparmi mengaku sudah bisa menerima karena memang batas-batas tanah tidak ada yang geser. Ia mengklaim tembok belakang yang dirobohkan Bu RT sebenarnya memang dibangun di atas tanahnya sendiri.

“Salah kami adalah temboknya memang nempel ke Pak RT. Tapi yang kami sesalkan kenapa tidak dibicarakan dulu langsung merusak. Kalau memang batas dari BPN seperti itu dengan Pak RT ya mau nggak mau kami terima. Tapi yang jelas saya berarti membangun tembok belakang itu diatas lahan kami sendiri. Harusnya Pak Prapto selaku RT tidak bertindak anarkis main gempur sendiri. Itu yang kami sesalkan,” terangnya.

Salah satu anggota Formas, Sri Wahono yang mendampingi pengukuran ulang, menyampaikan pihaknya memang mendorong agar BPN melakukan pengukuran ulang lahan keduanya.

Hal itu dipandang penting untuk memberikan kepastian hukum dan menghilangkan keraguan soal batas maupun luasan lahan yang berbatasan.

“Dengan sudah diukur dan batasnya jelas begini, kan sudah nggak ada lagi saling klaim atau kesalahanpahaman. Kedua belah pihak juga sudah legawa menerima hasil pengukuran,” terangnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com