JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Solo

Surat PB XIII Dianggap Bikin Suasana Keraton Surakarta Kembali Memanas

KP Eddy Wirabhumi / Joglosemarnews / A Setiawan
   

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Susana di Keraton Kasunanan Surakarta kembali memanas lantaran dipicu munculnya surat dari SISKS Pakoe Boewono (PB) XIII.

Surat bernomor 011/PBXIII-KKSH/VIII/2019 tertanggal 26 Agustus 2019 yang ditandatangani oleh Raja PB XIII itu membuat sejumlah kerabat keraton merasa diusir.

Dalam surat tersebut disebutkan, sebanyak 14 nama kerabat diminta untuk segera mengosongkan tanah dan bangunan keraton yang dipakai. Mereka yang disebut adalah GPH Puger, GRay Koes Moertiyah (Gusti Moeng) dan suaminya, KP Eddy Wirabhumi dan GRay Koes Supiyah.

Disebut juga GRay Koes Handariyah, GRay Isbandiyah, GRay Koes Indriyah,  GRay Timoer Rumbai Dewayani, BRM Bimo Rantas SRHW, BRM Adityo Soeryo Harbanu, Sardiatmo Brotodiningrat, BRM Djoko Marsaid, RM Djoko Budi Suharnowo dan KRMH Bambang Sutedjo.

“Ini kan lembaga adat dan budaya. Mestinya di sini muncul contoh yang baik untuk masyarakat,” ujar KP Eddy Wirabhumi selaku juru bicara Lembaga Dewan Adat (LDA) keraton kasunanan Surakarta. Selasa (3/9/2019).

Baca Juga :  Teguh Prakosa, Wakil Gibran Akan Daftar Jadi Calon Walikota Solo, Yakin Partainya Melihat Figur Internal

Eddy menjelaskan, saat Gusti Moeng bertemu Presiden menyampaikan keraton perlu penyelesaian komprehensif dan melibatkan seluruh komponen sehingga mampu mengisi satu sama lain dan saling mengisi.

Pihaknya memberikan ruang untuk tim yang ditugaskan Presiden untuk menyelesaikan persoalan Keraton.

“Kalaupun kita mendorong sebuah proses, itu dalam rangka menuju pada penyelesaian secara komprehensif yang melibatkan semua sesuai dengan arahan Presiden,” ujarnya.

Menurut KP Eddy Wirabhumi, nama yang  disebutkan dalam surat tersebut bukan kapasitas sebagai seseorang. Melainkan ada kaitan secara kelembagaan.

Kesepakatan adat itu, lanjut Eddy, selanjutnya menjadi dokumen Lembaga Dewan Adat. Artinya, komunitas adat meneguhkan diri hanya mengakui Hangabehi sebagai PB XIII.

Sehingga, ujar Eddy, dapat diartikan bahwa LDA yang mendudukkan dan memberi legitimasi Hangabehi sebagai Raja PB XIII.

“Karena itu, tudingan menempati dan memanfaatkan bangunan bangunan keraton tanpa izin sebagaimana yang dialamatkan dalam surat itu, tidak berdasar. Sebab sebelumnya sudah ada izin dari Raja terdahulu, yakni PB XII. Sehingga aturan yang disampaikan PB XIII tidak bisa berlaku surut. Kedua, adalah keraton merupakan kelembagaan adat, bukan privat atau pribadinya raja,” tegasnya.

Baca Juga :  Mangkunegara X Jadi Salah Satu Calon Walikota Solo Paling Dominan, Gibran Sebut Akan Ada Kejutan

Sementara itu, Kuasa Hukum PB XIII,  KP Ferry Firman Nurwahyu menuturkan, surat tersebut bukanlah pengusiran, tapi penertiban. Penertiban seperti itu  bukan yang pertama kali, namun telah berkali-kali dilakukan.

Ia menjelaskan, tahun 2017 lalu penertiban dilakukan terhadap Gusti Puger, Gusti Moeng dan KP Eddy Wirabhumi yang dinilai menempati atau menguasai keraton sekitar empat tahun.

Sehingga Raja PB XIII tidak bisa melaksanakan kepemimpinannya dengan sempurna. Seperti  misalnya, tidak bisa melaksanakan jumenengan (peringatan raja naik tahta).

Selain menduduki keraton, Gusti Moeng dan lainnya juga dituding mengusai bangunan bangunan di sekitar  Kori Kamandungan  maupun Alun-alun Utara.

Mereka menempati bangunan bangunan itu tanpa izin dari Sinuhun Raja PB XIII.

“Jadi penertiban ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan kepentingan kepentingan pribadi,” tegasnya. A Setiawan

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com