JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Bupati Sragen Marah Besar, Rapor Layanan BPJS 5 Rumah Sakit Merah Membara. RSUD Sragen Ternyata Paling Parah

Kusdinar Untung Yuni Sukowati. Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kinerja sejumlah rumah sakit di Sragen terkait Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, ternyata masih memprihatinkan.

Dari 10 rumah sakit besar yang ada di Bumi Sukowati, ternyata hampir separuhnya berkinerja buruk dan mendapat rapor merah membara.

Hal itu disampaikan Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati saat peresmian instalasi Oxygen Generator di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen atau RSUD Sragen, Jumat (17/9/2021).

Bahkan, orang nomor satu di jajaran Pemkab Sragen itu sempat tak kuasa menahan amarahnya ketika menyampaikan hasil penilaian dari BPJS untuk rumah sakit- rumah sakit di Sragen.

Ia pun meminta agar rapor dari BPJS itu menjadi perhatian bagi semua manajemen rumah sakit dan para dokter pengampu.

“Mohon ini jadi perhatian para dokter. Dari 10 rumah sakit, lima rumah sakit rapornya merah oleh BPJS,” papar Bupati dengan nada sedikit tinggi.

RSUD Sragen Terburuk

Bupati kemudian melanjutkan yang membikin jengkel adalah dari 5 rumah sakit terburuk itu, salah satunya ternyata RSUD dr Soehadi Prijonegoro.

Rumah sakit berlabel pelat merah terbesar di Sragen itu masuk di jajaran rapor merah. Bahkan, RSSP yang barusaja meresmikan gedung puluhan miliar menjadi paling buruk dari 5 rumah sakit berapor merah.

Pencapaian buruk itu dikhawatirkan bisa mengancam kelangsungan kerjasama rumah sakit dengan BPJS Kesehatan.

“Ini akan membuat keberlangsungan kerja sama dengan BPJS dalam perhatian khusus. Saya minta jadi perhatian,” tandasnya.

Bupati juga sempat membandingkan dengan RSUD dr. Soeratno Gemolong.
Meski sama-sama berstatus badan layanan umum daerah (BLUD), namun RSUD Gemolong ternyata lolos dari rapor merah dan bisa mendapat rapor hijau BPJS Kesehatan.

Ancam Hukuman

Ia pun meminta semua manajemen RS yang berapor merah segera mengevaluasi dan memperbaiki. Waktu sebulan diberikan untuk perbaikan.

“Tidak boleh lagi merah. Kalau tidak hijau, nanti akan saya kasih punishment. Harapan saya, segera temen-temen di Soehadi berbenah. Bagaimana bisa bangga melayani masyarakat kalau sistem pelayanannya saja masih belum bisa dipercaya oleh BPJS untuk keberlangsungan kerja sama berikutnya,” tukasnya.

Baca Juga :  Gerebek Miras Razia Pekat Candi 2024, Warga Sragen Didenda Rp 1 Juta dan Kurungan 1 Bulan oleh Hakim!

Menurut Bupati, penilaian merah itu muncul dari hasil evaluasi di banyak hal.
Semua indikator itu merujuk pada layanan rumah sakit dan kecepatan dalam menangani keluhan atau pasien.

“Ada masalah respon time terhadap pasien, respon time terhadap keluhan, kecepatan, rujuk balik dan sebagainya,” ujarnya.

Bupati menyebut ada sekitar 8 komponen penilaian yang dijadikan indikator. Ia mengaku tak hafal semua indikator itu.

Namun yang ia ingat adalah poin yang bernilai jelek dan menjadi penekanan untuk dilakukan perbaikan.

“Yang saya ingat yang jelek untuk di-push dan diperbaiki,” jelasnya.

Ia berharap rumah sakit dengan rapor merah itu segera berbenah jika memang ingin tetap menjalin kerjasama dengan pemerintah.

“Kalau ingin tetap berlangsung ingin kerjasama ya harus diperbaiki,” tandasnya.

Kendala Regulasi

Menanggapi rapor merah dan terburuk itu, Direktur Utama RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, Didik Haryanto mengatakan sesuai regulasi, layanan BPJS Kesehatan memang bersifat berjenjang.

Yakni dimulai dari RS tipe D, tipe C, Tipe B lalu ke Tipe A. Namun pihaknya masih agak kesulitan untuk meningkatkan kunjungan pasien rujuk balik (PRB) sebagaimana keinginan BPJS Kesehatan.

Hal itu dikarenakan status RSUD Sragen saat ini masih tipe B. Sehingga sesuai ketentuan, mestinya pasien datang ke RS tipe D dan C terlebih dahulu.

Kondisi itu yang menyebabkan kunjungan rujuk balik ke RS tipe B akhirnya menjadi rendah. Rendahnya PRB itu juga tak lepas dari kunjungan pasien yang sedikit sehingga sangat sulit ketika dituntut angka PRB harus banyak.

“Bagaimana mungkin kalau pasien sedikit, tapi PRB diminta banyak? Lha yang harus dirujuk itu pasien mana?” ujarnya retoris.

Didik Haryanto. Foto/Wardoyo

Tak Serta Merta

Ia menyebut perbaikan tidak sesederhana yang dibayangkan. Meski upaya untuk berkoordinasi dengan semua lini di RSUD sudah coba dilakukan.

Selain dari sisi dokter, peningkatan PRB juga sangat tergantung kondisi pasien di lapangan.

Baca Juga :  Hujan Deras Disertai Angin Pohon Raksasa di Jalan Raya Gabugan - Sidoharjo dan di Desa Bonagung Tumbang Menimpa Rumah Warga

“Misalnya pasien belum saatnya dirujuk balik, tapi sudah diminta rujuk balik. Kan enggak bisa begitu. Ada kriterianya kalau mau rujuk balik. Semua ada aturannya, nggak bisa serta merta hanya mengejar target,” tandasnya.

Meski demikian, ia mengaku tetap akan berupaya untuk melakukan pembenahan secara bertahap.

Instalasi OG Bikin Nggak Happy

Dalam kesempatan itu, Bupati Yuni juga sempat menyentil pengadaan instalasi OG di RSUD Sragen yang molor hampir tiga bulan.

Menurutnya hal itu membuatnya kecewa berat lantaran instalasi yang dijanjikan selesai 3 pekan, ternyata molor hampir 3 bulan baru selesai.

Sebenarnya penyedia sudah saya tekan betul. Pada saat itu (Bulan Juli) saya bilang kerjakan dan selesaikan dalam waktu tiga minggu. Itu jawabannya siap di depan. Tapi baru hari ini baru selesai. Saya nggak happy (senang) pokoknya,” ujar Bupati diwawancara wartawan.

Bupati menguraikan kehadiran instalasi yang tiga bulan baru selesai itu akhirnya menjadi kurang mendesak ketika situasi Covid-19 Sragen sudah melandai saat ini.

Saat ini Sragen sudah memasuki PPKM level 3 dan angka penambahan kasus serta kematian pasien juga sudah mengalami penurunan signifikan.

Padahal, pengajuan alat itu sempat mendapat pertanyaan dari DPRD soal urgensinya. Ia bahkan berargumen bahwa alat itu penting di bulan Juli saat kasus Covid-19 Sragen mencapai titik kulminasi.

”Teman-teman di DPRD pun bakal akan tanya, penting nggak ini. Saya tegaskan penting. Karena saya perlu persetujuan Ketua DPRD untuk membeli ini,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Bupati Yuni menyampaikan dari penjelasan rekanan, keterlambatan terjadi karena ada komponen yang harus didatangkan dari luar negeri.

Pengiriman spare part itu sedikit terhambat saat era pandemi yang membuat mobilitas terganggu akibat PPKM. Meski demikian, hal itu tetap tak bisa menghapus kekecewaannya.

“Meski ini dibuat dalam negeri tapi ada komponen krusial yang harus didatangkan dari luar negeri. Karena era pandemi, pengiriman agak terhambat sehingga datangnya terlambat. Saya nggak happy pokoknya,” ujarnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com