JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Makin Meluas, Keluhan Layanan E-Retribusi Kios dari Bank Jateng Juga Jadi Sorotan di Pasar Kota Sragen. Ketua KPPPKS Sebut Malah Jadi Beban Pedagang!

Ketua KPPKS Pasar Kota, Mario. Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Keluhan penerapan sistem retribusi elektronik atau E-Retribusi untuk kios di Pasar Sragen meluas.

Tak hanya di Pasar Bunder, keluhan sistem yang kerap disapa E-Ret itu juga datang dari Pasar Kota Sragen.

Ketua Kerukunan Pedagang Pasar Dalam Kota Sragen (KPPKS), Mario tidak menampik sistem baru pembayaran retribusi kios itu juga menuai keluhan dari pedagang yang ada di Pasar Kota.

Tak jauh beda, keluhan juga berkisar soal ribetnya harus mengisi saldo, ketentuan nominal pengisian saldo hingga kebijakan buka tak buka harus bayar.

Menurutnya hal-hal itu dinilai sangat memberatkan pedagang.

“Sebenarnya kebijakan apapun dari pemerintah daerah, kami (pedagang) di Pasar Kota setuju-setuju aja. Selama semua sarana dan prasarana mendukung. Tapi kalau untuk E-Retribusi seperti ini juga banyak dikeluhkan pedagang Pasar Kota,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Senin (26/4/2021).

Mario menguraikan beberapa keluhan juga muncul karena jumlah M-Posnya yang sangat terbatas. Kemudian penarikan tidak menentu sehingga akhirnya malah menjadi beban pedagang.

“Sama, harapan kami kalau mau dijalankan ya harus konsisten jangan mempersulit atau malah membebani pedagang. Tapi kalau memang tidak bisa, ya lebih baik dikaji ulang atau kembali ke sistem lama. Karena tiap hari ditariki jadi bagi pedagang malah nggak kerasa,” terangnya.

Sebelumnya, keluhan serupa mencuat dari beberapa pedagang di Pasar Bunder, Sragen. Salah satu pedagang, Yuliatman Unyil (43) menyampaikan penggunaan model kartu retribusi memang banyak dikeluhkan karena ribet.

Keharusan pedagang mengisi saldo antara Rp 50.000 dan Rp 100.000 sekali isi, sangat memberatkan di tengah situasi penurunan omzet masa pandemi ini.

“Kalau bagi pedagang yang laris dan besar, mungkin uang Rp 50.000 atau Rp 100.000 sekali isi nggak masalah. Tapi kalau yang pedagang kecil pas sepi gini, sekali keluar uang segitu, kadang berat Mas. Apalagi pasar makin ke sini makin sepi. Lebih enak dulu, tiap hari ditariki pakai karcis hanya Rp 1.500 atau Rp 1.800 kan nggak kerasa Mas, dan malah tertib,” paparnya kepada wartawan, Jumat (23/4/2021).

Baca Juga :  Empat Orang Warga Sukodono Ditangkap Tim Macan Putih Polres Sragen Gara-Gara Asyik Judi Gonggong

Yuli yang menempati dua kios di Pasar Bunder untuk jualan cabai itu menguraikan sistem penarikan dari Bank Jateng juga menyusahkan. Sebab jika saldonya kurang sedikit saja, maka tidak bisa ditarik dan dianggap nunggak.

Misalnya ketika saldo di kartu hanya tinggal Rp 40.000 sementara retribusinya Rp 50.000, maka petugas tidak mau menarik.

“Kalau tarikannya lebih dari Rp 50.000, dikasih Rp 50.000 lebih dikit juga gak mau. Kurang dari Rp 40.000 dikasih Rp 40.000 juga nggak mau. Jadi kan membingungkan. Sebenarnya mungkin di saldo ada tapi kurang dikit nggak mau narik, akhirnya dianggap nunggak,” tuturnya.

Salah satu pedagang Pasar Bunder menunjukkan kartu E-Retribusi Kios dari Bank Jateng yang dianggap menyusahkan pedagang. Foto/Wardoyo

Belum lagi, lanjutnya, sistem E-Retribusi ini menerapkan buka tak buka harus bayar. Hal itu sangat membebani pedagang di tengah kondisi omzet makin sepi.

Hal itu berbeda dengan kebijakan saat pakai karcis. Di mana hanya kios yang buka yang diminta bayar retribusi. Sedang yang tutup tidak ditariki.

“Kalau pakai sistem kartu ini, katanya tiap hari kartunya kerja. Jadi kios buka atau enggak, ya dihitung harus bayar terus. Lalu kalau mau lihat saldo sekali lihat bayar Rp 100. Makanya kami minta kembalikan saja ke sistem karcis seperti dulu. Karena ini malah nyengsarakan wong cilik,” tuturnya.

Baca Juga :  Paguyuban Sahabat Dangkel Sragen Bantu 200 Paket Sembako untuk Warga Miskin di Desa Singopadu, Sambut Hari Jadi Kabupaten Sragen ke-278

Sementara, pedagang kios sembako di Pasar Bunder, Rusmiyati menilai kalau dirinya selama ini relatif tidak masalah dengan penerapan E-Retribusi.

Baginya membayar retribusi harian atau bulanan pakai kartu, sama saja. Namun sebagian pedagang memang ada yang keberatan dengan sistem kartu E-Ret.

Sebab sekali isi saldo minimal harus Rp 50.000 atau Rp 100.000. Padahal bagi pedagang yang punya setoran kredit, mengeluarkan uang Rp 50.000 sekali waktu, kadang sangat susah terutama di situasi pandemi saat ini.

“Kalau saya Alhamdulillah nggak pernah nunggak. Kadang kalau pas laku banyak saya titip ngisi saldo Rp 50.000 kalau dihitung-hitung ya sama. Bayar harian sama sekali sebulan. Tapi kalau disuruh milih, ya enak sistem karcis seperti dulu. Tiap hari ditariki tapi kan cuma Rp 1.000 atau Rp 1.500 jadi nggak kerasa,” tukasnya.

Senada, ia pun sebenarnya memilih lebih enak dikembalikan lagi ke sistem lama. Apalagi dengan E-Retribusi itu pedagang kadang enggan direpotkan ketika harus antri mengisi saldo.

Terkait hal itu, Lurah Pasar Bunder, Sugino menyampaikan kalau soal E-Retribusi itu adalah kebijakan pimpinan dalam hal ini dari dinas terkait.

Soal keluhan pedagang dan minta dikembalikan ke sistem karcis, ia merasa tidak berwenang menanggapi atau memberikan komentar.

“Kalau soal tunggakan retribusi sejak adanya E-Retribusi, biasanya yang terjadi karena saldonya mungkin kurang sedikit sehingga tidak bisa ditarik. Akhirnya jadi tunggakan, padahal saldonya sebenarnya isi. Hanya kurang saja tapi dari sistem kan nggak bisa narik,” tukasnya.

Ia menyebut jika ada tunggakan, pedagang sebenarnya sudah diberikan sosialisasi. Namun kondisi di lapangan dan masing-masing pedagang terkadang berbeda-beda. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com